Wejangan Abah Anom bulan Dzulhijjah 1414H.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ اْلعَالمَيْنَ وَالصَّلاَ ةُ وَالسَّلاَ مُ عَلى اَشْرَفِ اْلاَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّ عَلى اٰلِهِ وَصَحْبِه اَجْمَعِيْنَ . اَمَّا بَعْدُ
Hadirin kaum Muslimin yang dimulyakan Allah. Mari kita bersama-sama mengucapkan rasa syukur kepada-Nya. Alhamdulillah saat ini kita bisa berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat. Semoga kebaikan kita semua diterima oleh Allah Swt. Amiin
Berkaitan dengan bulan Dzulhijjah, bulan Haji umat Islam yang merupakan Rukun Islam kelima. Saat ini saudara-saudara kita berada di Arafah. Berkumpul dari tiap pelosok dunia, tiada lain untuk melaksanakan Rukun Islam yang kelima.Mari kita dorong do’a saudara-saudara yang ada disana, semoga mereka dijadikan Haji Mabrur, diampuni dosanya, dan selalu menjadi syakirin selamanya.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّامَبْرُوْرًا وَذَنْبًامَغْفُوْرًاوَسَعْيًامَشْكُوْرًاوَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّابِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّايَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Al-Fatihah
Hadirin yang mulia.
Mengenai bulan Dzulhijjah yang biasa disebut bulan Qurban. Yaitu melaksanakan penyembelihan hewan qurban yang ketentuannya telah diatur oleh Ilmu Fiqh. Ketentuan tersebut diantaranya satu hewan qurban untuk satu orang. Ada yang untuk tujuh orang, itu adalah sunnah mu’akad. Jadi, bila kita memiliki rezeki, menyembelih hewan qurban itu hukumnya wajib.
Alhamdulillah wa Syukrulilah. Kita sudah mendengar bahwa pelaksanaan qurban didaerah kita ada dalam kelancaran. Bahkan Abah dapat kabar dari Bandung, ada satu kelompok yang mendapatkan sepuluh ekor sapi untuk diqurbankan.
Alhamdulillah.
Mari kita jadikan contoh untuk diikuti, bila punya rezeki mari kita berqurban. Tentunya bagi yang mampu.
Selanjutnya bahwa arti qurban yang sebenarnya atau hakikatnya ialah taqorurub kepada Alloh.
Firman Allah dalam surat Al-Hajj:
لَنْ يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَاوَلَادِمَآؤُهَاوَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ … (الحج:۳٧)
Artinya: “bukan dagingnya, bukan tulangnya, tetapi yang sampai kepada Allah adalah taqwanya”.
Tunduk sebisa kita, ta’at harus sepenuh hati, dan menyatakan bahwa qurban itu ikhlas dari hati sanubari. Jadi, bila kita berniat qurban sekedar cukup dengan hewan qurban, tetapi hatinya tidak ikhlas, hasilnya akan sia-sia. Sebab hakikatnya berqurban itu untuk menghilangkan sifat-sifat kehewanan yang ada dalam diri kita ‘babadug, teuteunggar, nyogot’. Sifat-sifat tersebut harus kita hilangkan dalam diri kita.
Intinya, walaupun kita sudah qurban dengan hewan, namun sifat keras kepala dan sombong masih ada. Maka hakikatnya kita belum qurban.
Seperti firman Alloh Swt dalam Al-Qur’an:
لَنْ يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَاوَلَادِمَآؤُهَاوَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ … (الحج:۳٧)
Artinya: “bukan dagingnya, bukan tulangnya, tetapi yang sampai kepada Allah adalah taqwanya”.
Oleh karena itu, kita harus bisa menerapkan taqwa dalam segala tingkah laku, agar taqwa menjadi pondasi. Ketika itu sudah dilakukan, maka ibadah kita bukan karena takut orang tua, bukan karena malu oleh orang lain, bukan karena ingin dipuji, apalagi takabbur. Namun kita beribadah karena kita menyadari bahwa itu merupakan kewajiban.
Adapun cara agar hati sadar dalam beribadah, tiada lain kita harus menyingkirkan godaan-godaan yang datang kedalam hati kita dengan Dzikrulloh, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw:
ذِكْرُاللهِ حِصْنٌ مِنَ الشَّيْطَانِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
Artinya : mengerjakan dzikrulloh itu untuk membentengi diri dari godaan syetan serta membebaskan dari kemunafikan
Jadi, kita yang ingin melaksanakan qurban didasari dengan Taqwa, harus dibarengi dengan rajin dzikirnya. Dzikir yang diatur, seperti yang dilakukan oleh Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyyah yaitu dzikir yang diucapkan dan yang diingatkan.
Dua-duanya harus diamalkan untuk membina diri kita sendiri, agar diri kita menjadi kuat Iman, teguh Tauhid, semakin tebal ke-Islamannya dan bisa membentengi diri dari segala godaan.
Godaan itu datang dari luar dan juga dari dalam yang terbawa oleh nafsu. Semuanya terbendung yang akhirnya timbul kemauan tanpa ada paksaan untuk melakukan kebaikan.
Shodaqoh jadi sering, khotaman terus istiqomah, setiap waktunya selalu menghadiri dan melaksanakan. Tidak ada rasa bosan atau malas, sebab semuanya dilakukan karena kesadaran. Seperti kita yang biasa makan. Ketika kita tidak makan atau telat dari waktu biasanya maka perut akan berbunyi, sebab perut sudah tahu kebiasaannya. Begitupun bangun malam, walaupun dalam keadaan ngantuk tapi karena sudah biasa, maka tidak akan terasa berat.
Adapun untuk membiasakan hal tersebut ialah dengan Dzikir. Sebab yang membawa seseorang kearah yang jelek ialah syetan dan nafsu. Manusia memiliki rasa ta’at hanya digunakannya bukan kepada Allah. Kadang ta’atnya ke Syetan lebih condong dari pada kepada Allah. Sholat duhur masih berani ditunda-tunda, bahkan sholat terburu-buru hanya ada kepentingan lain. Ini bukti bahwa manusia masih banyak yang berat sebelah. Lebih berat tunduk ta’at kepada sesuatu selain Allah.
Bukan melarang mementingkan keluarga, bukan tidak boleh mengurus kekayaan, tetapi kita harus bisa mengaturnya. Sebagaimana firman Allah :
… لَاتُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَاأَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِاللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَاُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُوْنَ (المنافقون:٩)
Artinya : Janganlah kamu menjadi manusia yang terlalu menguruskan keluarga dan harta benda sehingga bisa menjadikan lupa kepada Allah…..
Kalau kita terus seperti itu, maka akan selalu ada dalam kerugian seumur hidupnya. Harusnya bisa membiasakan diri untuk tidak terlena oleh urusan dunia saja. Artinya, harus seimbang dengan urusan akhirat.
Untuk membiasakan hal tersebut maka amalkanlah dzikir, agar kita tahu cara mencintai kekayaan dan cara mencintai yang memberikan kekayaan.
Oleh sebab itu, Allah berfirman kepada Sulthon Aulia dalam kitab At-Thobroni:
وَلَاتَنَمْ نَوْمَةً وَلَاتَشْرَبْ شَرَابًاوَلَاتَأْ كُلْ طَعَامًا إِلَّا عِنْدَ قَلْبٍ
Kamu jangan mudah tidur walaupun sekejap, jangan makan walaupun hanya sesuap, jangan minum walupun hanya seteguk. Kecuali diikuti dengan istiqomahnya hati dalam mengingat Allah.
Sulthon Aulia sampai bisa seperti itu, beda dengan kita. Mata menatap makanan, sayur-mayur sudah terpikir dari tadi, sementara kepada yang menciptakannya tidak ingat sama sekali
Itulah kenapa kita harus belajar dzikir, agar kita bisa mengendalikan diri, bisa jaga diri, agar bisa wushul kepada Allah. Sebab bila kita terus ingat kepada selain Allah, maka yang timbul hanya pikiran-pikiran kotor. Oleh karena itu, alat untuk membersihkannya tidak ada lagi selain dzikir kepada Allah.
Dzikir dilaksanakan setelah sholat sebagaimana perintah Allah. Itu yang sudah menjadi rutinitas. Bila ingin lebih baik maka sebelum tidur harus dzikir, ketika bangun tidur langsung dzikir, apalagi setelah shalat tahajud, harus dzikir agar bathin kita kuat. Tambah berbobot jiwanya, teguh pendirian, hanya tetap tunduk kepada Allah Swt.
Sekarang kita sedang belajar dzikir, harus digunakan dimanapun kita berada. Datangi tempat khotaman, datangi tempat manakib, apalagi lebih baik bila kita sendiri yang membuka khotaman dan manakib. Bila tidak bisa, maka kita yang harus datang ke tempat manakib dan khotaman. Melaksanakan khotaman dan manakiban akan membuat hati kita tentram, tahan dari godaan, tidak ada lagi perilaku kita selain melakukan segala kebaikan. Jangan sampai melakukan hal yang bisa membuat kita celaka di dunia dan akhirat. Na’udzubillah.
Akhirnya, semoga kita semua menjadi manusia yang taqwa, rajin, manusia yang mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dijauhkan dari segala malapetaka, baik untuk dirinya, keluarganya ataupun agama dan negara. Amiin Yaa Robbal ‘aalamiin.
Wabillahit Taufiq Wal Hidayah.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.