Khutbah

Khutbah Jum’at: Hikmah Dzikir Jahar dalam Kitab Jâmi’ al-Ushûl fil-Auliâ

Khutbah I

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقينِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد،ٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِين، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيِن، وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ 

أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ ؛ فَإِنَّ تَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا هِيَ سَبِيْلُ الفَلَاحِ وَالْفَوْزُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ قل الله تعالى: فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ أَمَّا بَعْدُ

Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah swt.

Syekh Ahmad al-Kamsyakhanawi menulis kitab “Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliâ.” Dalam kitab tersebut (terbitan Al-Haromain, Surabaya, halaman  193-194) Beliau menjelaskan dua faidah dzikir jahar kalimat tauhid la ilaha illa Allah, yaitu: ikhlas dan karomah.

  • IKHLAS.

Ikhlas melahirkan zuhud, tawakal, malu, mengagungkan Allah, kaya hati, faqir, itsar, futuwah, dan syukur. Orang yang merutinkan dzikir lâ ilâha illâ Allâh akan ikhlas dan mempunyai sifat-sifat mulia yang lahir dari keikhlasan, yaitu:

Pertama, zuhud, yakni kosongnya batin dari kecenderungan kepada dunia yang akan binasa. Zuhud ini ada di hati. Orang miskin yang tidak mempunyai harta, bila hatinya dipenuhi dengan khayalan akan dunia, kerinduan akan kemewahan dan kecintaan pada materi maka belum zuhud. Sebaliknya, walaupun seseorang  bergelimang materi, di kantongnya banyak uang, di rekeningnya banyak tabungan, dan di rumahnya banyak perhiasan, bila hatinya tidak terikat dengan dunia, maka ia disebut zuhud.

Kedua, sifat dermawan. Dermawan karena keyakinan bahwa Allah maha pemberi rezki, Allah maha pembalas sedekah. Harta kita hakekatnya milik Allah. Kita hanya diberi titipan untuk digunakan di jalan yang diridhai-Nya. Hati dikosongkan dari rasa aman dengan dunia. Memang kemana-mana rasanya tenang kalau membawa uang. Tapi, apakah uang yang banyak dapat menolak bencana dan kematian? Bukankah, hidup di dunia ini seperti orang yang melintasi jalan raya? Bisakah orang berdiam selamanya di jalan raya? Tidak. Ia harus melewati jalan raya, bukan menempatinya.

Ketiga, tawakal. Hatinya yakin dengan Allah sebagai tempat memasrahkan diri. Hatinya tenang, tidak stress dan goncang saat tidak ada asbab dan pekerjaan. Ia yakin dengan Allah yang menyebabkan adanya sebab. Siapa bertawakal pada Allah, maka Dia pasti mencukupi kebutuhannya. Bentuk tawakal pada permulaan ialah meninggalkan perbuatan biasa yang lahir dari keinginan pribadi, dengan menetapi perbuatan yang diperintah oleh Allah. Makan kita misalkan, apakah didorong oleh selera makan atau dimotivasi agar kuat untuk menjalankan ibadah kepada Allah?

Baca Juga  Khutbah Jumat: Hijrahnya kepada Allah SWT.

Hadirin yang berbahagia

Keempat, Malu kepada Allah dan mengagungkan-Nya dengan rutin berdzikir, menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, menahan diri dari mengadu kepada Allah, serta menyayangi orang-orang tak berdaya, fakir dan miskin. Mengapa harus malu kepada Allah? Kita lebih sering lupa daripada ingat kepada-Nya. Saat berbicara dengan makhluk, kita sering melupakan Allah. Bahkan saat berdialog dengan Allah melalui dzikir, shalat, munajat dan doa, kita malah ingat kepada makhluk. Saat ditimpa masalah, ingat kepada Allah. Namun saat diberi karunia kebaikan, sering lupa dengan-Nya. Kita selalu meminta kepada Allah, namun permintaan Allah (perintah-Nya) sering kita abaikan. Kita sering berbuat dosa kepada Allah, namun Allah tetap mencurahkan berbagai ni’mat kepada kita. Kita sebagai keturunan Nabi Adam as. dimuliakan oleh Allah, namun kita sering tidak memuliakan/ mengagungkan Allah. Inilah antara lain yang hendaknya membuat kita bersikap malu kepada Allah.

Kelima, kaya hati. Kita sadar segala yang terjadi adalah kehendak dan pengaturan Allah. Hati tidak panas melihat kemajuan dan kekayaan orang lain. Fokusnya ialah memperbaiki dirinya agar diridhai oleh Allah. Hatinya lapang, memaafkan dan menyelami perasaan orang lain.

Keenam, faqir (butuh kepada Allah).  Ia tidak rakus kepada dunia, karena kecukupannya bukan dengan dunia. Lisannya juga tidak memuji dan mencela dunia. Orang yang merutinkan dzikir lâ ilâha illâ Allâh, secara hakikat hanya butuh kepada Allah yang maha kaya dan maha memberi kekayaan, maha kuasa dan maha memberi kekuasaan. 

Ketujuh, itsar (mendahulukan kepentingan orang lain daripada dirinya). Itsar atau altruism merupakan perbuatan yang mulia. Kalau al-hirshu atau rakus adalah mendahulukan kepentingan sendiri daripada orang lain, maka itsar merupakan kebalikannya. Orang yang merutinkan membaca dzikir kalimat tahlil,  maka di antara cahaya yang memancar dari jiwanya adalah sikap itsar.

Perilaku itsar mendapatkan pujian dari Allah sebagaimana disebutkan dalam Surat al-Hasyr (59): 9.

Dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. al-Hasyr (59):9).

Kedelapan, al-Futuwwah (berbudi luhur dan tanpa pamrih). Artinya, tidak menuntut kebaikan orang lain, walaupun ia telah berbuat baik kepada mereka. Karena ia mengetahui, kebaikannya kepada orang lain atau keburukan orang lain kepadanya adalah ciptaan Allah. Ia tidak memandang dirinya telah berbuat baik, sehingga menuntut balasan. Juga tidak melihat keburukan orang lain kepadanya sehingga mencela mereka. Ia hanya mencela perbuatan tidak baiknya, bukan pelakunya.

Baca Juga  Khutbah Jum'at: Bahaya Ghibah

Kesembilan, syukur. Syukur ialah hati memuji Allah, nikmat digunakan di jalan yang diridhai oleh Allah, serta dapat melihat sisi positif, melihat nikmat dalam bencana. Penyakit dan rasa sakit misalnya, mempunyai 4 faidah, yaitu: dibersihkan dari dosa, diingatkan kepada akhirat, dicegah dari maksiat dan ikhlas dalam berdoa (Jami’ al-Ushul fi al-Aulia, hlm. 335).

  • Karomah.

Dzikir merupakan pondasi dalam tarekat.  Tidak ada seorang pun yang dapat wushul (sampai) kepada Allah, kecuali dengan merutinkan dzikir. Karomah (kemuliaan) merupakan kejadian luar biasa sebagai bentuk pemuliaan Allah kepada para Wali (kekasih)-Nya. Fungsi karomah ialah untuk mengetahui wali yang sebenarnya  dan membedakannya dengan orang yang hanya mengaku-ngaku sebagai wali. Bila hal luar biasa dilakukan oleh seseorang yang tidak beriman dan tidak beramal shaleh, maka disebut  istidrâj (penundaan hukuman).

Sebagian berpendapat boleh menampakkan karomah, sebagaimana kisah temannya Nabi Sulaiman bernama Ashif bin Barkhoya yang mengatakan dan membuktikan bahwa dirinya dengan ijin Allah dapat mendatangkan singgasana Balqis dari jarak yang jauh sebelum mata berkedip (dalam hitungan detik). Banyak contoh karomah seperti mendatangkan makanan pada saat bukan musimnya, mendatangkan air saat haus, memperpendek perjalanan jauh dalam waktu singkat, selamat dari musuh, mendengar suara tanpa rupa, dan sebagainya. Adapun karomah yang diberikan Allah kepada orang yang merutinkan dzikir lâ ilâha illâ Allâh antara lain ialah:

Pertama, mendatangkan keberkahan bagi makanan dan barang lainnya, sehingga yang sedikit menjadi banyak dan dapat mencukupi. Makanan yang sedikit menjadi banyak bila dilakukan oleh Rasulullah, maka disebut mukjizat. Bila dilakukan oleh Wali Allah, maka  disebut karomah. Bila dilakukan oleh orang beriman, maka disebut ma’ûnah (pertolongan Allah).

Berkah ialah ziyadat al-khair ‘ala ma tsabata fihi al-khair (bertambahnya kebaikan atas sesuatu yang baik). Dengan kata lain berkah ialah efek positif dari kebaikan. Makanan, minuman, pakaian, rumah, kendaraan dan segala yang kita miliki akan menjadi berkah dan mendatangkan kebaikan dengan sebab kita merutinkan dzikir jahar.

Kedua, memudahkan datangnya uang atau barang yang dibutuhkan. Dengan kata lain, dimudahkan urusan rezkinya, bahkan seringkali datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Syekh Ahmad mengatakan, sebagian ahli dzikir lâ ilâha illâ Allâh ada yang setiap kali  berdzikir atau shalat di tempat khalwatnya, di bawah sajadahnya ada uang.

Baca Juga  Khutbah Jum'at; Pentingnya pendidikan orang tua bagi anak

Ketiga, diberi tanda oleh Allah sehingga dapat mengetahui halal dan haramnya makanan. Ini termasuk ketajaman mata hati yang dianugerahkan Allah kepada orang yang memperbanyak dan merutinkan dzikir lâ ilâha illâ Allâh. Berkah dzikir jahar mendatangkan penjagaan dari Allah, sehingga dihindarkan dari terjerumus pada sesuatu yang haram. Sebagian ulama sufi ada yang saat dihidangkan makanan haram, maka tangannya tiba-tiba menjadi lumpuh, tidak dapat digerakkan untuk mengambil makanan tersebut. Namun saat mengambil makanan dan minuman yang halal, maka tangan tsb kembali normal dan dapat digerakkan lagi.

Demikian dua hikmah dzikir Jahar yang diungkapkan dalam kitab Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliâ. Sebenarnya banyak hal diungkapkan dalam kitab ini, namun dalam kesempatan terbatas ini cukuplah mengkaji hikmah dzikir Jahar, yaitu ikhlas dan karomah.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ , وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.  أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ. وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ . وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِرَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. ر بَّنَا أَنزِلْنِى مُنزَلًۭا مُّبَارَكًۭا وَأَنتَ خَيْرُ ٱلْمُنزِلِينَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

  عِبَادَاللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penulis: Rojaya (Wakil Dekan Fakultas Dakwah IAILM Suryalaya)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button