Manakib

Tafsir Mankobah: Beberapa macam tanda kemuliaan saat Syaikh Abdul Qodir dilahirkan

Pentingnya keteladanan

Karomah seorang wali Allah ada yang diupayakan dengan amaliah ketakwaan dan ada juga yang merupakan anugerah Allah tanpa upaya terlebih dahulu. Dalam mankobah ini, di saat kelahirannya, Syekh Abdul Qodir Jailani q.s nampak sudah ada 5 karomah, yaitu: Pertama, Ayahnya bermimpi didatangi Rasulullah Saw. diiringi para sahabat dan imam mujtahidin, serta para wali. Rasulullah memberi kabar gembira akan ketinggian kedudukan Syekh Abdul Qodir Jailani qs.

Kedua, setelah kunjungan Rasulullah, para nabi datang menghibur Rasulullah saw. Ketiga, sejak dilahirkan Syekh Abdul Qodir Jailani q.s menolak menyusu pada siang hari bulan puasa, baru menyusu setelah waktu buka puasa. Keempat, di belakang pundak Syekh Abdul Qodir Jailani q.s tampak telapak kaki Rasulullah Saw. Kelima, pada malam dilahirkan, Syekh Abdul Qodir Jailani q.s diliputi cahaya sehingga tidak ada seorang pun yang mampu melihatnya. Sedang usia ibunya waktu melahirkan berusia 60 tahun. Ini juga sesuatu yang luar biasa.

Manakib sebagaimana diketahui meliputi tiga aspek, yaitu: kisah nyata, karomah dan wasiat. Peristiwa kelahiran Syekh di atas merupakan kisah nyata. Di dalamnya ada karomah. Adapun yang terakhir ialah wasiat.

Wasiat atau pesan apa dari mankobah ini? Pertama, hendaknya kita rindu dan berdoa agar mimpi bertemu dengan Rasulullah saw, para nabi dan rasul, dan atau para Mursyid serta para wali Allah. Bermimpi dengan orang-orang mulia diharapkan menjadi jalan kemuliaan bagi kita. Syekh Abdul Qodir Jailani q.s berdoa dalam wirid shalawat kubro yang dibacanya (Al-Fuyudhát Ar-Rabbániyyah, hlm. 137-154), diantara penggalan doanya ialah, ”Ya Robbal a’alamin, Ya Rohman Ya Rohim, Kami memohon kepada-Mu rizki untuk memandang wajah Nabi Saw. dalam tidur dan saat jaga kami dan semoga Engkau memberikan rahmat dan keselamatan kepadanya dengan rahmat yang abadi sampai hari kiamat.”

Baca Juga  Adab menuntut ilmu dan pelajaran bagi ikhwan

Kedua, hendaknya kita belajar berpuasa. Berpuasa bukan hanya menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa, namun juga anggota tubuhnya berpuasa. Matanya berpuasa dengan tidak memandang yang dilarang dan dimurkai Allah. Telinganya berpuasa tidak mendengarkan hal yang sia-sia dan dilarang. Tangannya berpuasa tidak mengambil atau memegang sesuatu yang dilarang. Kakinya berpuasa tidak melangkah ke tempat yang dilarang oleh Allah. Hidungnya berpuasa dari mencium sesuatu yang dilarang. Lisannya berpuasa dari mengatakan sesuatu yang dilarang seperti dusta, ghibah, mengadu domba, dan sebagainya. Pikirannya berpuasa dari memikirkan dan mengkhayalkan sesuatu yang dilarang. Dan jika mampu, hatinya pun berpuasa dari segala sesuatu, selain Allah. Hanya Allah yang menjadi tujuan hidupnya. Hanya ridha Allah yang dicari dalam hidupnya. Saat mengatakan apapun, melakukan apapun dan meyakini apapun, ia selalu bertanya-tanya, apakah yang dikatakan, yang dilakukan dan diyakininya mendatangkan ridha Allah atau malah mendatangkan murka-Nya?

Ilahi anta maqshudi wa ridhoka mathlubi ‘athini mahabbataka wa ma’rifataka (Ya Allah, Engkau adalah tujuanku dan ridha-Mu yang Kucari. Karuniakan kepadaku mahabbah dan ma’rifat pada-Mu).

Oleh: Rojaya, M.Ag. (Wakil Dekan Fakultas Dakwah IAILM Suryalaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button