Kisah

Berbuka Puasa bersama Guru Mursyid

Salah satu kebahagiaan yang tidak akan terlupakan bagi seorang murid TQN Suryalaya adalah berbuka puasa bersama Pangersa Guru, karena tidak semua orang pernah mengalaminya. Dan peristiwa  yang indah ini tidak akan hilang dalam ingatan sang murid sampai akhir hayatnya.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa salah satu kegembiraan orang yang berpuasa adalah ketika berbuka puasa. Tidak ada moment yang begitu menggembirakan kecuali ketika buka atau ifthar. Mengapa begitu menggembirakan? karena terdapat beberapa hikmah:

  1. Memperoleh kegembiraan dikarenakan diperbolehkannya berbuka dengan makanan dan minuman yang dihalalkan Allah setelah seharian penuh berpuasa.
  2. Memperoleh kenikmatan untuk menyempurnakan ibadah puasa.
  3. Mendapat pahala sunnah Rasulullah Saw, yaitu dengan menyegerakan berbuka.
  4. Memperoleh taufik dan hidayah dari Allah untuk beribadah kepada-Nya melalui puasa.
  5. Memiliki moment ijabah do’a, yaitu ketika memanjatkan doa takkala berbuka puasa.

Sehingga untuk menyambut kegembiraan berbuka puasa yang penuh hikmah ini, Baginda Rasulullah Saw senantiasa berbuka puasa bersama ahlulbait dan para sahabatnya. Sampai Baginda menyiapkan jamuan khusus berbuka puasa untuk keluarga dan para sahabatnya. Karena mengadakan jamuan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa merupakan amalan agung yang dicontohkan Rasulullah Saw dalam hidupnya, sebagai cermin kepedulian dan cinta kasih kepada sesama.

Apa yang dicontohkan Baginda Rasulullah Saw tersebut, juga diamalkan dan dicontohkan oleh Hadratusy Syaikh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra. (Abah Anom). Beliau sepanjang hayatnya senantiasa berbuka puasa bersama keluarga, murid serta para tamu yang sedang berkunjung ke Pontren Suryalaya, dan setiap hari Beliau menyiapkan jamuan bagi orang yang akan berbuka puasa di madrasahnya.

Sekitar setengah jam sebelum datang waktu berbuka, madrasah sudah terbuka lebar, disamping pintu masuk sudah ada sebuah meja yang diatasnya sudah tersedia jamuan untuk berbuka puasa. Kamipun masuk ke madrasah seraya mengucapkan salam, dan terlihat sebagian ikhwan dan para tamu sudah duduk di dalam madrasah. Semua yang hadir duduk dengan rapi, terlihat di dalam, Pangersa Abah Anom duduk diatas kursi dengan mengenakan jubah dan sorbannya dengan ditemani ahlul-bait.

Tidak berapa lama, terdengar suara muadhin membaca ayat suci Al-Quran di Mesjid Nurul Asror. Madrasah-pun semakin penuh oleh para ikhwan dan tamu yang akan ikut berbuka puasa dengan duduk menghadap ke arah pintu dimana Pangersa Abah duduk. Semua yang hadir sudah mempunyai wudhu, karena biasanya Pangersa Abah membatalkan puasa hanya sekedar minum air dan makanan ringan lalu dilanjutkan dengan shalat maghrib bersama.

Baca Juga  Kisah Pangersa Abah menghormati tamu

Lantunan pembacaan ayat suci Al-Quran terus terdengar menggema bumi Kajembaran Rahmaniyah. Tidak terasa sekitar sepuluh menit sebelum masuk waktu buka, Pangersa Abah langsung memimpin tawassul dan do’a. Inilah moment yang sangat berharga bagi seorang murid, mereka berdoa dipimpin oleh seorang Guru Agung yang pasti terkabul doanya di waktu mustajabah sebagaimana dijelaskan Baginda Rasulullah Saw.

Dan waktu maghribpun datang, bersamaan dengan selesainya do’a yang dipanjatkan Pangersa Guru. Maka tepukan tangan terdengar di ruangan. Salah seorang khadimpun lari memberitahu kepada muadzin perihal sudah masuknya waktu magrib, dan bedugpun terdengar dipukul di samping masjid Nurul Asror. Kamipun dengan bahagia berbuka puasa di dalam madrasah bersama tamu yang lain dengan mengambil segelas air dan makanan ringan lainnya yang telah tersaji di atas meja. Ada kurma, kolek, kue-kue manis yang lainnya.

Uniknya setiapkali kami ikut berbuka puasa, selalu tersaji buah kurma yang telah menjadi ikon di bulan Ramadhan. Kadang kebagian buah kurma berwarna hitam pekat yang sangat manis dan lezat sekali ketika digigit. Di waktu lain kadang kebagian buah kurma yang masih ada gagangnya yang ketika digigit masih agak keras tetapi enak sekali (dalam bahasa Sunda rada ngepros). Kadangkala kebagian buah kurma yang berwarna kecoklatan yang biasa banyak ditemukan pada bulan suci Ramadhan di toko-toko biasa.

Kebiasaan jamuan yang menyediakan buah kurma di madrasah ini bukan tanpa alasan atau hanya sekedar mengikuti tradisi puasa, tetapi ini justru sebagai bukti bahwa Pangersa Guru mengikuti sunnah Rasulullah Saw yang selalu berbuka puasa dengan ruthab (kurma muda)  atau tamar (kurma matang) sebelum melaksanakan shalat maghrib. Bahkan dalam riwayat Abi Dawud dan Tirmidhi dari Anas ra bahwa ketika keduanya tidak ada, Baginda Rasulullah Saw berbuka cukup dengan meneguk air beberapa tegukan. Maka menyegerakan berbuka puasa menjadikan amalan sunat yang dicontohkan Rasulullah Saw.

Baca Juga  Pangersa Abah Anom seorang Motivator Ulung

Setelah meminum segelas air dan mencicipi kue dan kurma, maka kami langsung berputar arah ke kiblat untuk melaksanakan shalat qabla maghrib. Pangersa Abah dengan pakaian yang begitu rapi langsung menuju sajadah yang sudah disediakan di madrasah. Maka setelah shalat sunat, lalu iqamat dikumandangkan dan langsung berma’mum kepada Pangersa Abah.

Setelah selesai shalat Magrib, Pangersa Abah langsung memimpin dzikir sampai selesai dan dilanjutkan dengan shalat sunat serta mushafahah. Setelah itu, Pangersa Guru masuk ke dalam untuk makan bersama keluarga, dan kami makan nasi dan lauk pauk yang tersedia di madrasah. Meja yang sebelum shalat ada jamuan untuk ifthar, dengan cepat kilat disulap oleh para khadim Pangersa Guru diganti menjadi nasi, lauk pauk, sambal, lalab, dan lainnya.

Itulah berbuka yang dicontohkan Pangersa Guru yang mengikuti contoh Rasulullah Saw, berbuka puasa (ifthar) cukup dengan segelas air dan makanan ringan dan dilanjutkan dengan shalat berjamaah magrib. Adapun kalau ingin makan nasi setelah selesai shalat magrib, dzikir dan shalat sunat.

Begitu sepuluh menit sebelum Isya kami melihat ke pintu madrasah, Masya Allah ! Pangersa Guru sudah siap di atas sajadah untuk melaksanakan shalat Isya dan Tarawih. Padahal kami baru selesai makan dan belum mengambil air wudhu. Ternyata makan terlalu banyak itu menyebabkan malas untuk shalat bahkan mengantuk sehingga perlu waktu untuk siap shalat Isya dan Tarawih. Berarti Pangersa Abah pasti makannya sedikit hanya cukup untuk menjaga hak tubuhnya dengan tidak berlebihan, sehingga sepuluh menit sebelum adzan Isya, Beliau justru sudah di atas sajadah dan melaksanakan shalat sunat. Inilah contoh terbaik bagi kita semua, dan semoga kita semua mampu mengikuti Beliau. Amiin.

Baca Juga  Cara Mursyid mendidik muridnya: “Asal ulah katempo ku Abah”

Agus Samsul Bassar_

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button