Rajab Melahirkan Manusia Hilm
Bulan Rajab memiliki sejarah penting bagi umat Islam yaitu sejarah terjadinya peristiwa isra dan mikraj nabi Muhamad SAW., sebuah peristiwa besar (mukjizat) yang menguji kesadaran dan keimanan manusia.
Ada banyak kisah yang dapat kita ambil menjadi pelajaran dari peristiwa isra dan mikrajnya nabi Muhamad SAW. tersebut, salah satunya adalah sebelum rasullah SAW. diisrakan (diperjalankan) dari masjid al-haram ke masjid al-Aqso dan dimikrajkan (di naikan ke langit sampai ke sidratul muntaha dan akhirnya bertemau dengan Allah SWT, sejarah mencatat adanya peritiwa penting yakni rasullah SAW. dibersihkan hati rasullah SAW. oleh malaikat Jibril dari berbagai penyakit hati sehingga yang tersisa hanyalah sifat hilm dalam dirinya. Sifat hilm inilah membawa pada kesempurnaan diri rasullah SAW.
Pertanyaan kemudian mengapa sebelum isra mikraj rasullah SAW. harus dibersihkan dulu hatinya? Jawabanya karena rasullah SAW. akan dipertemukan dengan sang khalik yang maha bersih, Allah SWT.
Sejatinya setiap manusia yang beriman dan yakin akan ketetapan Allah SWT, tentu mengharap dapat bertemu dengan Allah SWT di akhirat nanti, karena bertemu Allah sebuah kenikmatan yang hakiki. Oleh karenanya bagi setiap manusia yang ingin bertemu Allah, berupaya membersihkan hati semasa hidup sebuah keniscayaan. Dalam term Islam ilmu tentang cara bagaimana membersihkan hati dari berbagai penyakit inilah disebut tasawuf yang dalam operasionalnya (prakteknya) dikenal dengan tarekat.
Secara ternimologi rajab memiliki tiga akar kata yaitu ra (o), jim, dan ba. Ra (o) : Ridhwan (keridoan), Jim : Juud (kemurahan hati), dan ba : baraah (o) bebas). Menilik ketiga makna tersebut memberikan pelajaran bagi kita datangnya bulan rajab hendaknya mampu dijadikan sebagai bulan kesempatan untuk memperoleh keridoan Allah, kemurahan (kelembutan hati), dan akhirnya hati terbebas dari berbagai penyakit, melalui peningkatan ibadah kepada Allah SWT.
Ketiga makna di atas bertemali dengan asas tujuan bertawasuf dan bertarekat. Dalam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya, sebelum kita melaksanakan zikir (zahar dan khafi) pasti akan membaca doa yang berbunyi “Ilaahii Anta Maqshuudii Wardloka Mathlubii Athinii Mahabbataka Wamrifatakan”. (Ya Tuhanku! Hanya Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mulah yang aku cari. Berilah aku kemampuan unutk bias mencintai Mu dan makrifat kepada Mu). Doa tersebut mengandung tiga hal penting yaitu (1) taqortub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah SWT), (2) mardotillah (menuju ridla Allah SWT), dan (3) mahabbah makrifat Ilallah (menuju cinta dan mengenal Allah SWT).
Guru mursyid TQN Pondok Pesantren Suryalaya, Syaikh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra. sebagai ulama pewaris nabi Muhamad SAW. telah membekali kita tentang bagimana cara membersihkan hati. Kita diajarkan dan dibimbingnya melalui amaliah TQN Pondok Pesantren Suryalaya, baik amalan harian (zikir jaah dan khafi), amalan minggu (khataman), amaliah bulanan (manakib), dan amalan tahunan (salat rajab, nisfu syaban, dan lain-lain).
Ketika amalan-amalan tersebut kita amalkan dengan baik, benar, isiqomah, serta mengikuti petunjuk dan tuntunan guru mursyid, maka insya allah kebersihan hati (hilm) akan diperoleh. Ketika kebersihan hati kita peroleh akan memiliki dampak yang signifikan terhadap segala ucapan, tindakan, dan perilaku (akhlak), baik terhadap diri sendiri, kelaurga, masayarakat, bangsa dan negara. Hal ini sejalan dengan apa yang telah diamanatkan guru agung, Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhamad ra. (Abah Sepuh) dalam wasiatnya (Tanbih):
“ …terhadap orang-orang yang lebih tinggi dari pada kita, baik dhohir maupun bathin, harus kita hormati…..terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya jangan sampai terjadi persengketaan, harus bersikap rendah hati, bergotong royong… terhadap orang-orang yang keadaanya di bawah kita janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran……terhadap fakir miskin harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar…”
Di era yang serba tidak menentu ini, tasawuf, tarekat, dan amalan-amalanya menjadi pilihan utama untuk melahirkan insan-insan yang memiliki kebersihan hati (cageu bageur) sehingga akan tercipta kehidupan berbangsa dan bernegara yang dipenuhi dengan kasih sayang, silih asah, silih asih, dan silih asuh akan tercipta (badatun toyyibatun waribbun ghofuur) bukan kehidupan yang dipenuhi rasa kebencian, caci maki, saling bermusuhan, dan sejenisnya. Mudah-mudahan Amin yaa rabbal alamin. Wallahu alam.