Surga rindukan orang berpuasa
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. al-Baqarah: 183).
Suasana bulan suci ramadhan 1443 H sudah terasa. Menjadi pemandangan biasa disaat memasuki bulan ramadhan, pemerintah sudah memantau dan mengatur strategi bagaimana harga-harga barang pokok (sembako) tetap stabil., kalaupun kenaikan kadang tak terelakan, sehingga ‘memaksa’ masyakarat harus berpikir bagaimana mensiasati kenaikan harga yang tidak berbanding lurus dengan pendapatan. Apalagi saat ini salah satu kebutuhan pokok (minyak tanah) langka.
Dalam tradisi masyarakat Indonesia sebagai bagian dari menyambut datangnya bulan yang penuh rahmat itu, mereka melalukan tradisi nyadran atau ziarah ke makam leluhur, munggahan dengan acara “ngaliwet” (bahasa Sunda) dan tentu banyak cara lain. Motivasi dan semangat itu sangatlah baik. Islam mengajarkan, “Barang siapa yang merasa bahagia dengan datangya bulan ramadan, maka maka Allah akan mengharakan dirinya memasuki neraka” (al Hadits). Mengapa bulan ramadan harus disambut dengan penuh suka cita?
Surga Rindukan Orang Puasa
Satu dari lima rukun islam adalah melaksanakan puasa di bulan ramadhan. Puasa ibadah yang “unik” dibanding ibadah lainnya. Karena uniknya pahalnya pun dirahasihakan Allah SWT. Puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasanya. Aku akan membalasnya sendiri pahala puasa” demikian Allah berfirman. Semua amal adalah untuk Allah dan Dia pula yang akan membalasnya. Para ulama berpendapat bahwa puasa tidak mungkin dimasuki unsur riya dan pamer seperti amal ibadah yang lainnya. Sebab ketika seseorang berbuat riya itu ditujukan kepada manusia, sedangkan puasa hanyalah sesuatu yang ada dalam hati.
Puasa adalah ibadah yang tidak dapat dijangkau indra manusia karena tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT dan orang itu sendiri. Puasa adalah ibadah antara Allah dengan hambanya, karena puasa adalah ibadah dan bentuk ketaatan yang hanya diketahui oleh Allah SWT.
Abul Hasan menjelaskan firman Allah SWT tentang ‘Aku yang akan membalasnya’ bahwa semua ibadah pahalnya adalah surga sedangkan puasa balasanya adalah pertemuan dengan-Ku. Aku memandanganya dan dia dapat memandang-Ku dan dia dapat berbicara kepada-Ku dan Aku akan berfirman kepadanya tanpa seorang perantara.
Tujuan disyariatkan puasa melahirkan orang-orang takwa, takwa yang terimplementasi dalam segala gerak, tingkah, dan perilaku sehari-hari. Kata takwa dalam al-Quran disebutkan Allah tidak kurang dari 208 kali antara lain terdapat pada surat al-Baqarah ayat 3, 177 dan 183; pada surat ali-Imran ayat 17 dan 134, dan pada surat adz-Dzariat ayat 17-19. Pada ayat-ayat tersebut diterangkan pengertian takwa adalah:
Pertama, Mereka yang bertakwa yaitu yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki (QS. al-Baqarah, ayat 2-3). Kedua, orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya, dan yang memohon ampun di waktu sahur (QS. ali-Imran, ayat 17). Ketiga, orang yang bertakwa adalah yang berbuat kebajikan, yaitu menafkahkan hartanya (baik di waktu lapang maupun sempit), menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang (QS. ali-Imran, ayat 134).
Ketika predikat mutakin telah diraih seseroang sejatinya dia akan menjadi salah satu golongan yang dirindukan surga. Dalam hadits rasullah SAW bersabda, “ada empat golongan yang akan dirindukan surga; orang yang rajin membaca al-Quran, orang yang memelihara lidahnya dari bicara yang tidak baik, orang yang memberi makan orang yang kelaparan, dan orang yang puasa di bulan ramadan”. Semoga kita semua diberikemampuan untuk melaksanan puasa dengan sempurna, sehingga kita dirindukan surga. Amin yaa robal alamin. Wallahu ‘alam.
Penulis: Nana Suryana (Ketua I LDTQN dan Prodi PGMI IAILM Suryalaya Tasikmalaya)