Cakrawala Tasawuf

Puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus

Ibadah puasa memiliki multi makna yang terkandung di dalamnya, hanya saja cuma beberapa orang saja yang mengetahui hal tersebut terlebih bagi orang-orang yang benar-benar beriman kepada-Nya. Tiada salahnya jika kita sedikit merenungi dimensi yang beragam yang terkadung dalam ibadah yang konon hanya dikhususkan untuk umat ini. Dulu puasa diwajibkan atas orang-orang terdahulu, sebagaimana yang diisyaratkan dalam kitab suci, namun puasa Ramadhan hanya untuk para nabi dan umat Muhammad. Sedemikian tinggi nilai dan martabat puasa Ramadhan ini, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang berpeluang mendulang kebaikan di dalamnya. Waktu pelaksanaan puasa berlansung sebulan penuh, artinya detik demi detik, menit-demi-menit, jam-demi-jam, hari-demi-hari hingga sebulan penuh, kesempatan emas ini datang kepada kita. Datang kepada orang-orang yang diseru oleh Tuhan sebagai Mukminin. Seruan ini berisikan perintah untuk berpuasa selama sebulan penuh.  Perintah yang datang dari Tuhan Yang Mahabijak dan Mahahakim.

Dalam  tarekat, puasa adalah upaymengendalikan diri kita secara lahiriah dan batiniah. Secara lahiriah, kita kita mengendalikan diri dengan mempuasakan seluruh panca indera kita. Dalam ilmu kebatinan , kita harus melakukan semedi, kita harus menutup tujuh pintu masuknya setan. Dengan cara itu, kita dapat masuk ke dalam alam kesucian

Puasa Membersihkan jiwa

Telah banyak riset dan penilitian yang dilakukan ihwal manfaat puasa bagi manusia. Setiap amal-ibadah di samping ia bermuatan eksoterik (ritual), ia juga sarat dengan muatan esoterik (spritual). Baik dari dimensi spiritualnya maupun materialnya. Berpuasa dengan memperhatikan adab-adabnya dan menjalankan yang disunahkan, dapat berdaya-guna secara spritual, sosial, moral dan medikal.

Kalau kita tinjau puasa dari sudut aspek sosialnya jelas besar sekali pengaruh terhadap sosial lingkungan yang  kita diami. Telah jelas dan bukan merupakan suatu topik yang tersembunyi bahwa puasa merupakan sebuah pelajaran persamaan dan persaudaraan di antara individu masyarakat. Puasa dengan ciri penting seperti ini akan memberikan warna intuitif dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, dalam hadis masyur dari Imam Shadiq as disebutkan bahwa Hisyam bin Hakam bertanaya tentang sebab disyariatkannya puasa atas manusia. beliau menjawab” “Puasa diwajibkan bagi manusia karena di dalamnya terdapat hak persamaan antara orang-orang fakir dengan orang-orang yang cukup. Hal ini dimaksudkan supaya orang-orang yang cukup bisa merasakan rasa lapar, sehingga mereka mau memberikan haknya kepada yang fakir.  Karena orang-orang yang cukup umumnya bisa mendapatkan apapun yang mereka inginkan, maka Allah Swt menginginkan adanya persamaan di antara hamba-hamba Nya, dan memberikan rasa lapar, lemas, kesakitan, dan kesulitan serta kepayahan kepada golongan yang cukup ini. Pada akhirnya di dalam kalbu-kalbu mereka akan terbentuk rasa iba dan belas kasih kepada orang-orang yang menderita kelaparan.”

Baca Juga  Keagungan Nishfu Sya'ban

Sebenarnya, apabila negara-negara kaya di dunia ini melakukan puasa beberapa hari saja dalam setahun dan ikut merasakan rasa lapar, apakah mungkin kelaparan di dunia masih ada?

Dari segi Moral. Puasa begitu “mendominasi”. Puasa dalam wujud manusia memiliki beragam dimensi dan dampak yang begitu banyak, baik dari sisi materi maupun maknawi (spiritual), dan yang paling penting dari semua dimensi yang ada adalah dimensi moral dan pendidikannya. Seseorang yang melakukan puasa, selain harus merasakan kelaparan dan kehausan dalam wujudnya, ia juga harus menutup matanya dari kelezatan dan kenikmatan biologis, serta membuktikan dengan amal bahwa ia tidaklah seperti hewan yang terkungkung di dalam kandang dan rerumputan. Karena ia mampu menahan diri dari godaan nafsu dan lebih dominan dari hawa nafsu serta syahwatnya.

Dalam segi Spiritual.Kalau puasa dilihat dari segi aspek spiritual (Batiniah) begitu kompleks. Soalnya menurut imam al-Ghazali dalam kitab ihya ulumiddin yang menjelaskan tentang puasa khusus dari khusus (صوم خصوص الخصوص) bahwa salah satu dalam 6 perkara yaitu membahas tentang melarang makan ketika berbuka puasa, karena sejatinya puasa adalah menghancurkan dan meruksak hawanafsu, maka seyogynya jangan memperbanyak makanan-minuman ketika berbuka sekalipun dengan makanan yang hahal karena itu tidak ada maknanya/faidahnya, bagaimana bisa dikatakan puasa dalam rangka meruksan dan menghancurkan hawa nafsu kalau dari pagi sampai menjelang buka orang sibuk mempersiapkan bahan makanan untuk dimakan ketika buka puasa, sebab ketika mencari kesana-kesini, mengolah sendiri, membeli dari yang murah sampai yang mahal dengan hidangan dan warna-warna(jenis-jenis) makanan yang mana makanan tersebut jarang bahkan langka kita dapakan di selain bulan Ramadhan tapi ketika datang bulan Ramadhan semua makanan ada di depan kita yang siap disantap. Itu menunjukan bahwa orang tersebut telah gagal meruksak dan menghancurkan hawa nafsunya sebelum berbuka dia telah di kuasai oleh nafsu dengan beranggapan supaya berbuka dengan berbagai macam makanan yang lezat.

Baca Juga  TQN Suryalaya: Inklusif dan Seimbang

Apabila perut ditolak daripada makanan, dari pagi hari sampai sorenya, sehingga perut itu bergolak keinginannya dan bertambah kuat kegemarannya, kemudian disuguhkan dengan makanan yang lazat-lazat dan kenyang, niscaya bertambahlah kelazatan dan berlipatgandalah kekuatannya serta membangkitlah dari nafsu syawat itu, apa yang diharapkan tadinya tenang, jikalau dibiarkan diatas kebiasaannya. Maka jiwa dan rahasia puasa, ialah melemahkan kekuatan yang menjadi jalan setan dalam mengembalikan kepada kejahatan. Dan yang demikian itu, tidak akan berhasil, selain dengan menyedikitkan makanan. Yaitu: memakan makanan yang dimakan tiap-tiap malam jikalau tidak berpuasa.

Dalam segi Medikal. Dalam ilmu kedokteran masa kini dan masa lalu telah banyak bukti bahwa “imsâk” (menahan lapar) mempunyai pengaruh luar biasa yang tidak bisa dipungkiri dalam penyembuhan (remedi) berbagai macam penyakit. Hanya sedikit para dokter yang tidak menyinggung kenyataan ini dalam tulisan-tulisannya.

Kita mengetahui bahwa penyebab munculnya banyak penyakit adalah karena manusia berlebihan dalam menyantap beragam makanan, karena kelebihan bahan-bahan tidakbisa tercerna dengan baik di dalam pencernaannya, maka bahan ini akan munculdalam bentuk lemak yang mengganggu bagian-bagian badan atau berubah menjadi lemak serta kelebihan gula yang tertinggal di dalam darah.

Dalam sebuah hadis masyhur, Rasulullah Saw bersabda, “Berpuasalah supaya Kamu menjadi sehat.” Dalam hadis terkenal lainnya tertulis,”Usus besar merupakan sarang penyakit, dan menahan makan merupakan obat paling utama.”

Dalam segi Filsafat. Pada hakikatnya, Filsafat terpenting puasa terletak pada dimensi ruhani dan maknawi. Yaitu, seseorang yang memiliki seluruh ikhtiyar dan kewenangan dalam berbagai macam amalan dan serta pilihan untuk hidup, yang di saat merasa lapar dan haus ia langsung bisa menikmati apa yang diinginkannya. Ringkasnya, puasa dapat memberikan lompatan yang menakjubkan dari alam hewani menuju ke alam malaikat. Allah Swt berfirman, لعلّكم تتّقون “Supaya Kamu bertakwa.”(QS. al-Baqarah 2: 183) Ayat ini menjelaskan filsafat diwajibkannya puasa yang mengisyaratkan pada kompleksitas hakikat tersebut.

Baca Juga  KEMERDEKAAN: Lebih dari Sekedar Bebas

Keadaannya sebagaimana pepohonan yang tumbuh menyandar di samping dinding yang terletak di pinggiran sebuah aliran air. Pepohonan semacam ini begitu lembut, kurang mampu bertahan dan sangat rentan terhadap serangan berbagai penyakit, serta tidak mempunyai kekuatan bertahan lama. Apabila beberapa hari saja akarnya tidak menyentuh aliran air, pepohonan ini akan segera layu dan menjadi kering.

Puasanya Para Filusuf Yunani

Selain seperti yang diatas saya jelaskan tentang beberapa hikmah dan pengaruh puasa, puasa juga bukan hanya milik orang islam, kaeran puasa bukan urusan perintah agama saja tapi puasa juga berperan dalam mengolah dalam diri kita, Bahkan seorang Plato ahli Filsafat dari Yunani juga puasa karena di mepecayai  bahwa obat jasmani dan rohani yang paling baik, itu adalah puasa.  Bahkan kata Socrates menyuruh orang berpuasa “dalam diri kita, dalam diri manusia itu ada unsur penyembuh, bantulah dirimu untuk meneyembuhkan dirimu sendiri jalannya antara lain Puasa”.

Puasa ternyata tidak dapat dilepskan dari sejarah kemanusiaan, bahkan peradaban manusia terbangun atas pengalan-penggalan kemasyuran seorang seseorang atau kelompok yang gemar menjalankan puasa. Selain Palto dan Socrates yang berpuasa, Budha, Kong Fu Tse, semuanya merupakan pribadi-pribadi yang gemar berpuasa.

Dalam tradisi islam, puasa disebut sebagai “tradisi purbakala” seperti yang di sebutkan dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 183  كما كتب على الّذين من قبلكم. Tradisi yang juga dilakukan oleh umat islam sebelum kita. Ibadah puasa adalah untuk meningkatkan ketaatan dan kualitas diri (لعلّكم تتّقون).

Demikianlah halnya dengan puasa. Ia mempengaruhi jiwa manusia seperti ini. Dan pada batasan-batasan tertenu, ia akan memberikan pertahanan dan kekuatan kemauan dan daya dalam melawan segala peristiwa yang sulit. Ketika naluri liarnya telah terkontrol dengan baik, maka puasa ini akan memancarkan pula cahaya dan kejernihan di dalam kalbunya.

Penulis: Nyanyang D Rahmat (Alumni Fakultas Syari’ah IAILM Suryalaya)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button