Rijalullah dalam Perjalanan Spiritual Seorang Muslim
Rijalullah sangat penting dalam perjalanan spiritual seorang muslim karena mereka menjadi sumber inspirasi, motivasi, dan bimbingan dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Rijalullah
Rijalullah terdiri dari dua kata yaitu rijal dan Allah. Rijal. Kata ini dalam bahasa Arab memiliki makna yang lebih luas daripada sekadar “laki-laki”. Dalam konteks keagamaan, “rijal” seringkali merujuk pada individu yang memiliki kualitas kepemimpinan, keteguhan iman, dan ketakwaan yang tinggi. Allah: Tentu saja, kata ini merujuk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, secara keseluruhan, rijalullah dapat diartikan sebagai mereka adalah individu-individu pilihan yang telah mencapai tingkat kedekatan yang sangat tinggi dengan Allah. Mereka memiliki tugas untuk menyebarkan ajaran Islam dan menjadi teladan bagi umat. Mereka telah mampu mengendalikan hawa nafsu dan mencapai kesempurnaan spiritual.
Kisah Pencapaina Derajat Rijalullah
Dalam kitab manakibnya tuan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani diriwayatkan, pada suatu hari Syekh Ahmad Kanji sedang mengambil air wudhu, terlintas dalam hatinya bahwa Thorekat Syekh Abdul Qodir itu lebih disukai daripada thorekat-thorekat lainnya. Gurunya yaitu Syekh Abi Ishaq Maghribi mengetahui pula apa yang terlintas dalam hati muridnya, lalu beliau bertanya: “Apakah kamu mengetahui tentang kedudukan Syekh Abdul Qodir?”. Dijawab oleh Syekh Ahmad Kanji: “Saya tidak tahu”.
Lalu gurunya menjelaskan: “Perlu diketahui bahwa Syekh Abdul Qodir itu memiliki duabelas sifat-sifat kemuliaan. Kalau lautan dijadikan tintanya, dan pepohonan dijadikan penanya, manusia, malaikat, dan jin sebagai penulisnya, maka tidak akan mampu menuliskan sifat-sifat jatidiri yang dimiliki beliau itu”.
Mendengar penjelasan dari gurunya itu, ia makin bertambah mahabbah kecintaannya kepada Syekh Abdul Qodir, hatinya berbisik : “Salah satu harapanku jangan dahulu aku meninggal sebelum aku mendalami dan mengamalkan thoriqohnya”. Kemudian dengan kemauan yang keras berangkatlah ia menuju kota Baghdad, setibanya disebuah gunung di wilayah Ajmir, dibawah gunung mengalir sungai, lalu ia mengambil air wudhu untuk bersembahyang serta beristirahat di tempat itu.
Didalam keadaan tidur ia bermimpi dikunjungi Syekh Abdul Qodir. Beliau membawa mahkota merah dan sorban hijau, Syekh Ahmad Kanji berdiri menghormati kedatangan beliau. “Mari kesini lebih dekat lagi”, kata beliau sambil mengenakan mahkota merah dan sorban hijau di atas kepala Syekh Ahmad Kanji, dan berkata:”Wahai Ahmad Kanji, sekarang kamu sudah menjadi muridku, dan menjadi anakku dan menjadi Rijalulloh.
Lalu beliau menghilang dan bangunlah Syekh Ahmad Kanji dari tidurnya, mahkota dan sorban sudah melekat terpakai di atas kepalanya, lalu ia bersujud syukur atas nikmat Alloh yang telah diterimanya. Kemudian ia pulang kembali kepada gurunya sambil memperlihatkan mahkota merah dan sorban hijau hadiah pelantikan dari Syekh Abdul Qodir, dan menceritakan tentang peristiwa yang telah dialaminya. Gurunya berkata: “Wahai Ahmad Kanji, mahkota dan sorban itu adalah suatu hirqoh kemuliaan dan keberkahan bagimu, dan kamu sangat dikasihi Syekh Abdul Qodir. Sekarang berdirilah tegak, dan kamu telah menjadi wali yang utama”. Kisah ini menggambarkan sosok manusia yang telah mencapai derajat rijalullah.
Mengapa istilah “Rijalullah” digunakan?
Metafora Kedekatan. Istilah ini digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan kedekatan yang sangat erat antara seorang hamba dengan Tuhannya. Sama seperti seorang anak yang sangat dekat dengan ayahnya, Rijalullah memiliki hubungan yang sangat khusus dengan Allah.
Kualitas Kepemimpinan. Istilah “laki-laki” dalam konteks ini juga merujuk pada kualitas kepemimpinan dan keberanian. Rijalullah adalah pemimpin spiritual yang berani menghadapi segala tantangan dan selalu berpegang teguh pada kebenaran.
Penting untuk dipahami bahwa Rijalullah bukan eksklusif untuk laki-laki, meskipun kata “rijal” secara harfiah berarti laki-laki, konsep rijalullah tidak terbatas pada gender. Banyak perempuan salehah yang juga mencapai derajat kewalian dan dapat disebut sebagai Rijalullah dalam makna yang lebih luas. Bukan sekadar gelar. Menjadi seorang rijalullah bukan sekadar gelar atau predikat yang diberikan kepada seseorang. Ini adalah hasil dari perjuangan spiritual yang panjang dan konsisten.
Lalu apa ciri rijalullah? Kita rujuk firman Allah surat an-Nuur ayat 37.
رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا
تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ ۙ
Artinya: orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).
Ayat ini diwali dengan
فِيْ بُيُوْتٍ اَذِنَ اللّٰهُ اَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهٗۙ يُسَبِّحُ لَهٗ فِيْهَا بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ ۙ
Artinya: (Cahaya itu ada) di rumah-rumah yang telah Allah perintahkan untuk dimuliakan dan disebut di dalamnya nama-Nya. Di dalamnya senantiasa bertasbihkepada-Nya pada waktu pagi dan petang
Dalam Tafsir Jalalin, rijaalun (laki-laki) menjadi Fa’il atau subyek daripada Fi’il Yusabbihu, jika dibaca Yusabbahu berkedudukan menjadi Naibul Fa’il. Lafal Rijaalun adalah Fa’il dari Fi’il atau kata kerja yang diperkirakan keberadaannya sebagai jawab dari soal yang diperkirakan pula.
Dengan demikian seolah-olah dikatakan, siapakah yang melakukan tasbih kepada-Nya itu, jawabnya adalah laki-laki (yang tidak dilalaikan oleh perniagaan) perdagangan (dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah dan dari mendirikan salat) huruf Ha lafal Iqaamatish Shalaati dibuang demi untuk meringankan bacaan sehingga jadilah Iqaamish Shalaati (dan dari membayar zakat.
Mereka takut kepada suatu hari yang di hari itu menjadi guncang) yakni panik (hati dan penglihatan) karena merasa khawatir, apakah dirinya selamat atau binasa, dan penglihatan jelalatan ke kanan dan ke kiri karena ngeri melihat pemandangan azab pada saat itu, yaitu hari kiamat.
Dalam tafsir lain dijelaskan, mereka yang bertasbih itu adalah orang-orang yang hatinya; tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, betapa pun besar dan penting usaha mereka; dan tidak pula lalai dari melaksanakan salat dengan baik, benar, serta konsisten, demikian pula menunaikan zakat secara sempurna. Mereka takut kepada hari ketika pada hari itu hati bergoncang antara harap dan cemas, dan penglihatan menjadi gelap akibat kecemasan dan ketakutan yang amat besar terkait tempat kembali yang belum diketahuinya, antara surga atau neraka. Itulah hari Kiamat.
Merujuk pada penjelasan di atas, ciri ciri laki-laki dalam pandangan Islam:
- Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah
- Melaksanakan shalat
- Menuaikan zakat
- Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).
Peran Rijalullah dalam Konteks Spiritual Muslim
Rijalullah memiliki peran yang sangat penting dalam perjalanan spiritual seorang muslim. Mereka adalah sosok-sosok yang telah mencapai tingkat kedekatan yang sangat tinggi dengan Allah SWT, sehingga menjadi teladan dan sumber inspirasi bagi orang lain. Berikut adalah beberapa alasan mengapa konsep Rijalullah sangat penting:
Pertama sebagai panutan dan pembimbing. Rijalullah adalah sosok yang telah berhasil mengendalikan hawa nafsu dan mencapai kesempurnaan spiritual. Mereka menjadi panutan bagi umat dalam menjalankan ibadah, akhlak, dan kehidupan sehari-hari. Pengalaman dan pengetahuan mereka menjadi pedoman bagi orang lain yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.
Kedua sumber Inspirasi. Kisah-kisah dan karamah (keajaiban) yang dimiliki oleh Rijalullah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Kisah-kisah tersebut menunjukkan bahwa dengan keimanan dan usaha yang sungguh-sungguh, manusia dapat mencapai derajat kesempurnaan seperti mereka.
Ketiga motivasi untuk beribadah. Kehidupan Rijalullah yang penuh dengan ibadah dan zuhud menjadi motivasi bagi umat untuk meningkatkan kualitas ibadah mereka. Mereka menjadi contoh nyata bahwa dengan beribadah secara konsisten dan ikhlas, seseorang dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Keempat penguatan Iman. Kehidupan Rijalullah yang penuh dengan keimanan dan ketawakkalan kepada Allah dapat memperkuat iman seseorang. Melihat bagaimana mereka menghadapi berbagai cobaan dan tetap teguh pada agamanya, dapat menjadi penguat iman bagi orang lain.
Kelima penyejuk hati. Interaksi dengan Rijalullah atau dengan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dapat memberikan ketenangan dan kedamaian hati. Nasihat dan doa dari mereka dapat menjadi penyembuh hati yang sedang gundah gulana.
Kenam penuntun menuju Allah. Rijalullah berperan sebagai guru spiritual yang dapat membimbing orang lain dalam perjalanan menuju Allah SWT. Mereka mengajarkan berbagai ilmu tasawuf dan memberikan petunjuk agar seseorang dapat mencapai ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah).
Rijalullah adalah sosok-sosok yang menjadi panutan bagi umat Islam. Mereka adalah teladan dalam menjalankan ibadah, akhlak, dan kehidupan sehari-hari. Konsep rijalullah memberikan inspirasi bagi setiap individu untuk terus berusaha memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.