Khutbah Idul Fitri: Ciri sukses Ramadhan (Bahasa Indonesia)
Khutbah I
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا ِلإِتْمَامِ شَهْرِ رَمَضَانَ وَأَعَانَناَ عَلىَ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ وَجَعَلَنَا خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ للِنَّاسِ. نَحْمَدُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَهِدَايَتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُسُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillahilh hamd,
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas qudrat dan iradat-Nya, kita masih diberi berbagai nikmat, terutama nikmat iman, islam, serta ihsan. Pun pula kita bersyukur masih diberikan panjang umur dalam keadaan sehat wal-afiat, sehingga di pagi yang penuh kebahagiaan dan suka cita ini, kita masih diberi berkesempatan melaksanakan ibadah salat sunnat idul fitri, semoga ibadah kita diterima Allah SWT. Kita juga wajib bersyukur kepada Allah SWT, karena telah dapat melaksanakan ibadah suam selama satu bulan penuh, semoga ibadah saum kita diterima Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.
Salawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahcurahkan kepada baginda alam, rasul pilihan, rahmatan bagi seluruh alam, yakni habiibanaa wanabiyyanaa, kangjeng nabi Muhammad SAW. Tak lupa semoga pula salawat dan salam, Allah sampai juga kepada keluarganya, sahabatnya, para tabiin dan taabittaabiin, serta semoga pula sampai kepada ummatnya yang senantiasa menghidupkan sunnah-sunnah-nya, hingga akhir jaman. Amin ya rabbal Alamin.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillahilh hamd,
Hadirian jamaah salat idul fitri yang berbahagia
Momen idul fitri yang datang satu kali dalam satu tahun, selalu disambut dan dimeriahkan oleh umat Islam di berbagai penjuru dunia dengan suasana penuh kebahagiaan dan kegembiraan, tak terkecuali hari ini. Gema takbir berkumandang sejak malam hari. Pagi harinya mayoritas umat Islam, mengenakan pakaian serba baru, sajian makan makanan khas dan istimewa hari lebaran, rencana silaturahim ke tetangga, sanak kerabat, dan keluarga pun telah dirancang, sedemikian rupa.
Bersyukur pada tahun ini, kita melaksanakan salat idul fitri secara berjamaah dan bersilaturhami dengan sanak keluarga secara langsung. Semua itu kita lakukan sebagai bentuk rasa bahagia dan syukur atas hadirannya hari raya idul fitri, “hari kemenangan” bagi umat Islam.
Kita yakin dan percaya bahwa ramadhan tahun ini tidak akan ketemu lagi dengan kita. Atau bisa jadi kita tidak akan bertemu dengan bulan ramadhan di tahun depan. Wallahu ‘alam. Namun demikian, ramadhan tahun ini telah banyak memberikan rahmat, keberkahan, serta pelajaran kepada kita. Melatih bagaimana mengendalikan hawa nafsu, melatih meningkatan ibadah, melatih bagaimana memiliki sikap peduli pada sesama, dan lain sebagainya.
Bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bahkan langit serta bumi, menangis atas kepergian bulan suci ramadhan. Bagi mereka kepergian ramadhan bukan hanya melahirkan kebahagiaan, dan suka cita, namun juga menyisakan kesedihan. Mengapa sedih? Karena mereka tahu bahwa ramadhan adalah bulan yang memiliki keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki pada bulan yang lainnya.
Sahabat Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, Aku pernah mendengar baginda nabi Muhammad ﷺ bersabada:
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُونَ السَّنَةَ كُلَّهَا
Artinya: “Seandainya para hamba mengetahui hakikat apa yang ada di bulan Ramadhan, mestinya umatku berharap setahun penuh, semuanya menjadi bulan Ramadhan” (HR Ibnu Khuzaimah).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillahilh hamd,
Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,
Hari ini idul fitri telah datang, setelah kita semua menjalankan ibadah wajib puasa ramadhan selama satu bulan penuh. Sepanjang bulan suci tersebut, kita menahan lapar, rasa haus, menahan syahwat dan hal-hal lain yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Karena secara bahasa, shaum (puasa) berarti imsâk yang artinya menahan.
Ramadhan merupakan arena kita berlatih menahan diri dari segala macam godaan yang bisa membuat kita lupa diri kepada Allah SWT. Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap hal-hal yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum. Inilah proses penempaan diri. Targetnya, bila manusia menahan diri dari yang halal-halal saja mampu, apalagi menahan diri dari yang haram-haram.
Puasa itu ibarat pekan ujian bagi para pelajar dan mahasiswa di sekolah atau kampus. Selama masa ujian, para siswa dan mahasiswa digembleng untuk belajar lebih serius, mengurangi jam bermain, dan menghindari hal-hal lain yang bisa mengganggu hasil ujian tersebut. Ramadhan tentu lebih dari sekadar latihan.
Ramadhan merupakan wahana penempaan diri, melatih bagaimana menahan hawa hafsu agar tidak menjerumuskan kepada kejelekan, melatih bagaimana agar hati kita senantiasa ingat (berzikir) kepada Allah SWT, melatih bagaimana agar kita mempu memaafkan orang lain, dan lain sebagainya. Selesai ujian, selepas melewati masa-masa penting ujian, selayak siswa dan mahasiwa yang mendapatkan raport dan hasil ujian, demikian pula orang-orang yang berpuasa. Setelah melewati momen-momen penting di bulan suci ramadhan, umat Islam pun berhak mendapatkan hasil dari ujian tersebut. Apa hasil itu? Jawabannya tak lain adalah predikat taqwa, hal ini sesuai firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi takwanya.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ
Dalam konteks puasa ramadhan, tentu predikat takwa tak bisa digapai dengan sebatas menahan lapar dan dahaga. Ada hal yang lebih substansial yang perlu ditahan, yakni tergantungnya hati manusia kepada hal-hal selain Allah dan mengendalikan hawa nafsu. Orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh, dia akan mampu mencegah dirinya dari segala macam perbuatan tercela semacam mengubar syahwat, berbohong, bergunjing, merendahkan orang lain, riya’, menyakiti pihak lain. Dia akan mampu pula menjaga hati agar selalu berzikir kepada Allah SWT. Tanpa itu semua, puasa kita mungkin sah secara fiqih, tapi belum tentu sah menurut ilmu tarikat dan hakikat. Rasulullah pernah bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillahilh hamd,
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Karena puasa sudah kita lewati dan tak ada jaminan kita bakal bertemu ramadhan lagi, pertanyaan yang lebih cocok bukan saja “kemenangan atas apa yang sedang kita nikmati hari ini?” tapi juga “apa tanda-tanda kita telah mencapai kemenangan?”. Jangan-jangan kita hanya termasuk golongan yang sekadar mendapatkan lapar dan dahaga, tanpa pahala? Naudzubillah.
Jika standar capaian tertinggi puasa adalah takwa, maka tanda-tanda bahwa kita sukses melewati ramadhan pun tak lepas dari ciri-ciri muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Semakin tinggi kualitas takwa kita, indikasi semakin tinggi pula kesuksean kita berpuasa. Demikian juga sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri kita, pertanda semakin gagal kita sepanjang Ramadhan.
Lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa? Ada beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan ciri-ciri orang takwa. Salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَـــافِينَ عَنِ النَّــاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُـحْسِنِــينَ
Artinya :“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillahilh hamd,
Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,
Ayat tersebut menjelaskan tiga sifat yang menjadi penciri orang bertakwa. Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. Termasuk pada masa seperti ini. Ia tidak hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-orang memang membutuhan bantuan serta pertolongannya.
Dalam konteks ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini sebenarnya sudah mulai didorong oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah. zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor kelulusan” puasa harus ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada mereka yang lemah.
Ayat tersebut di atas, menggunakan fi’il mudhari’ yaitu kata Yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu berlangsung secara konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau “pintu masuk” bagi segenap sikap dan jiwa kepedulian social, dan ini tidak hanya berlaku di bulan ramadahan, tetapi berlaku pada bulan-bulan berikutnya.
Bagi Ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, sikap dan perilaku mencintai dan suka memberi kepada orang lain, sejatinya harus menjadi kebiasaan, karakter, dan akhlak, tetapi setiap waktu. Karena sikap dan perilaku tersebut, bagi kita merupakan perwujudan dari akhlakul karimah yang timbul dari kesuciaan hati, sebagaimana tertuang dalam Tanbih, wasiat guru agung, Syaikh KH. Abdullah Mubarok bin Nur Muhamad Ra.
‘’Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
‘’Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar, walillahilhamd,
Hadirin yang berbahagia
Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan mengumbar marah begitu saja. Kata Al-kâdhim (orang yang menahan) serumpun kata dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai fungsi membendung: Yang pertama membendung amarah, yang kedua membendung air panas. Selayaknya termos, orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan panas di dadanya sehingga orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun melalui ketakwaannya, mampu mencegahnya dari sifat marah, karena tahu mudarat yang bakal ditimbulkan.
Patutlah setelah momen idul fitri ini, umat Islam terus memiliki kemampuan mengontrol diri, mengontrol emosi serta marah, karena sejatinya ramadhan telah melatih kita untuk memiliki kemampuan mengontrol diri, mengontrol emosi serta marah, dan mengendalikan keinginan hawa nafsu.
Orang yang mampu mengendalikan diri dan hawa nafsunya, dia selalu berusaha menjaga lisannya. Dia tidak ingin karena lisannya orang lain tersakiti. Karena sebaik-baik manusia-manusia adalah orang yang mampu menjaga lisananya. Lisannya banyak dipergunakan untuk mengucapakan kalimah zikir Laailaahaillalloh. Dia sadar bahwa selamat dan tidaknya manusia tergantung pada lisannya. Rasulullah SAW. juga bersabda:
سلامة الإنسان في حفظ اللسان
Artinya: “’Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (H.R. al-Bukhari).
Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah disebutkan, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau lebih baik diam (jika tidak mampu berkata baik)” (HR: al-Bukhari dan Muslim). .
Barang siapa yang memiliki kemampuan tersebut, maka ia akan ditempatkan di surga-Nya, Allah SWT. Allah SWT. berfirman Surat An-Nazi’at Ayat 40-41.
فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفْسَ عَنِ ٱلْهَوَىٰ
Artinya:‘’Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).
Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain. Sepanjang ramadhan, umat Islam sangat dianjurkan untuk memperbanyak permohonan maaf kepada Allah dengan membaca doa,
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku.”
Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci. Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya melatih orang selama ramadhan tentang pentingnya maaf. Bila diri kita sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita tidak mau memaafkan kesalahan orang lain?
Maaf merupakan sesuatu yang singkat, namun bisa terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu lainnya. Kemampuan memaafkan akan dimiliki seseorang ketika kebersihan serta kesucian hatinya telah terwujud. Bagaimana agar kebersihan dan kesucian hati terwujud? Rasullah SAW bersabda: “sesungguhnya segala sesuatu itu ada alat pembersihnya, dan pembersih hati dari segala penyakitnya adalah zikir kepada Allah SWT.’’ Zikir juga merupakan kalimat yang agung yang mampu menghilangkan penyakit-penyakit hati.
وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ
Melalui pengamalan zikir, baik zikir jahar maupun zikir khofi secara istiqomah, kita sebagai ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, sedang berikhtiar bagaimana membersihkan hati dari segala bentuk penyakit hati. Setelah kosong dari penyakit hati, kita mengisinya dengan segala sifat-sifat yang baik, sehingga akhinya semoga muncul perilalu, tabiat, karakter, dan akhlakul karimah, seperti sifat memaafkan orang lain.
Guru agung, Syaikh KH. Abdullah Mubarok bin Nur Muhamad ra, telah memberikan wasiat dalam salah satu untaian mutiaranya, bagaimana seharusnya ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, manaka kita diperlakukan tidak senonoh, dibenci, bahkan dan disakiti orang lain. Beliau menyampaikan“harus menyayangi orang yang membenci kepadamu”. Subhanallah. Sebuah sikap dan perilaku yang agung.
Semoga kita semua yang sedang berlajar mengamalkan amaliah TQN Pondok Pesantren Suryalaya, diberi kemampuan untuk terus istiqomah mengamalkan amaliah TQN Pondok Pesantren Suryalaya di bawah dibimbing oleh guru mursyid, Syaikh KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra, sehingga kita layak memperoleh kemenangan dan predikat Muttaqin. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَذِكْرِ اْلحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Khutbah II
اَللهُ أَكْبَرُ 7× اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُاَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ “إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ, يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”
. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ, وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ. وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ. ر بَّنَا أَنزِلْنِى مُنزَلًۭا مُّبَارَكًۭا وَأَنتَ خَيْرُ ٱلْمُنزِلِينَ رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Oleh: Nana Suryana (Khotib Masjid Nurul Asror / Ketua I LDTQN Pontren Suryalaya)