Urgensi riyadhoh bagi kehidupan pribadi dan sosial
Pendahuluan
Kehidupan sosial manusia saat ini ditenggarai banyak diwarnai oleh hal-hal yang termasuk kategori patologis atau masalah sosial. Tentang maraknya patologi atau masalah sosial ini, ada beberapa kemungkinan sudut pandang atau analisa yang bisa digunakan. Diantaranya yang berpandangan bahwa masalah sosial ini sebetulnya pada setiap era kehidupan manusia selalu ada, hanya saja sekarang ini nampak marak karena adanya teknologi informasi (media sosial) yang membuat segala sesuatu secara mudah langsung atau serta merta masuk ke ruang publik (diketahui). Terlebih hal-hal yang kurang baik (negatif), biasanya lebih menarik perhatian khalayak.
Analisa lainnya melihat permasalahan sosial saat ini memang nampak lebih intens dibandingkan dengan era kehidupan sebelumnya. Hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya karena sekarang ini sumber daya yang diperebutkan semakin berkurang sementara jumlah orang yang memperebutkannya (demografi) semakin bertambah banyak. Hal ini mendorong kehidupan sosial ke arah kompetisi yang semakin ketat. Kompetisi hampir selalu menimbulkan ketegangan. Dan ketegangan ini menuntut manusia melakukan relaksasi, dimana relaksasi yang paling mudah dilakukan biasanya berupa hal-hal yang negatif seperti perilaku hedonistik, materialistik, eksploitatik, pseudo spiritualistik dan sosiopatik lainnya. Dan lagi-lagi perilaku sosiopatik ini terekspos pula secara luas dengan maraknya teknologi informasi (media sosial), sehingga mudah pula menularkan perilaku sosiopatik lainnya.
Kehidupan sosial tentu didalamnya terdapat perilaku sosial. Dan perilaku sosial ini sangat dipengaruhi oleh perilaku-perilaku individu anggota kehidupan sosial tersebut. Artinya, dalam mengahadapi realitas kompetisi kehidupan ini, setiap sikap individu akan menyumbang begi terwujudnya sikap sosial (perilaku sosial). Jika mayoritas individunya memiliki kecenderungan bersikap negatif, maka kehidupan sosial masyarakatnya akan cenderung pula lebih dekat kepada hal-hal yang negatif. Dan ini tampaknya berlaku sebaliknya.
Riyadoh Sebagai Penawar Residu Peradaban
Hal-hal negatif (sosiopatik) yang muncul akibat kompetisi sosial di atas, dalam konteks peradaban manusia, merupakan residu peradaban. Sebagai sebuah residu (negatif) tentu tidak boleh dibiarkan, harus dicari solusi penawarnya. Obat penawar yang baik tentu harus mengobati atau mencegah penyakit dari sumbernya. Asal pertamanya tentu saja penyakit sosial itu dari Allah Swt yang merupakan sumber dari segala sumber. Kemudian Allah menciptakan setan dan nafsu yang selalu mengajak/ menarik manusia untuk melakukan hal-hal negatif (maksiat).
Jadi dalam konteks penawar residu peradaban tadi, ada tiga kata kunci, yaitu Allah, setan dan nafsu. Allah sebagai Sang Pencipta Yang Maha Kuasa harus terus menerus didekati, dipanggil dan dijadikan tujuan hidup itu sendiri. Hal ini karena Allah berkuasa untuk memberikan pertolongan dengan mudah kepada manusia agar selamat dunia akhirat (dzahir batin), dan karena pada Allah-lah terdapat tujuan kehidupan manusia yang sebenarnya (kenikmatan abadi dan hakiki). Sedangkan setan harus dibentengi agar tidak bisa masuk ke dalam diri manusia. Adapun nafsu dalam diri manusia harus dilatih agar tunduk kepada kehendak Allah Swt. Pada komunitas sufi, ketiga usaha tadi biasa disebut riyadhah, yang selanjutnya ditulis ‘riyadoh’. .
Riyadoh secara etimologis bisa berarti latihan. Yang dimaksud dengan latihan di sini adalah latihan rohani dengan cara-cara tertentu yang lazim dilakukan dalam bertarekat. Pada Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya (TQNPPS), riyadoh yang paling penting adalah dzikir. Manakala dzikir ini sudah menjadi amalan rutin, maka seorang sálik (ikhwan) boleh meminta kepada gurunya (Syekh Mursyid) atau kepada orang yang mendapatkan izin dari Syekh Mursyid-nya tambahan amalan-amalan yang akan memperkokoh keimanannya, mempermudah mencapai cita-cita hidupnya, dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam kehidupannya.
Riyadoh dimaksud biasanya diberikan untuk diamalkan secara sistematik (bertahap dan berkelanjutan). Diantara yang biasa diberikan oleh Syekh Mursyid selain yang utama yaitu dzikir, adalah khotaman dan manakiban. Pada umumnya dimulai dari belajar mandi malam, mandi taubat, mandi kemanusiaan, puasa-puasa sunat pada hari-hari tertentu, melék (tidak tidur beberapa waktu tertentu sambil membaca doa-doa tertentu), Saefi Hirzil Yaman, niis (tidak makan nasi, tidak makan yang mengandung garam, tidak makan daging, tidak minum air dalam waktu tertentu), dan lain-lain. Semua riyadoh tadi dilakukan di bawah bimbingan Syekh Mursyid.
Riyadoh ini tentu harus dilandasi oleh keyakinan bahwa Allah Swt itu segalanya, dimana hal ini merupakan pengejawantahan dari doa: “Iláhí Anta Maqshúdí wa ridháka mathlúbí a’thiní mahabbataka wa ma’rifataka”. Dengan demikian riyadoh yang dilakukan harus semata-mata untuk mendapatkan rida Allah Swt. Karena pada “rida Allah” tersebut terdapat penyelesaian berbagai masalah dan kebutuhan. Dan riyadoh yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan sistematik biasanya akan menghasilkan kesabaran, kedisiplinan, keteguhan dan sikap mental positif lainnya (akhláqul mahmúdah).
Secara teoritik, riyadoh ini terkait dengan konsep takhallí, tahallí dan tajallí. Takhallí yaitu pengosongan diri dari sifat-sifat buruk, tahallí adalah penetapan sifat-sifat baik pada diri, dan tajallí adalah hasil (positif) dari kedua proses sebelumnya. Konsep tersebut menurut beberapa ahli sering disebut sebagai konsep pendidikan tasawuf. Sehingga sebagian mengatakan bahwa untuk mendidik diri manusia agar memiliki karakter sufi (akhlak mulia) maka proses riyadoh diatas sangat perlu untuk dilaksanakan.
Orang-orang yang sedang melaksanakan riyadoh pada dasarnya sedang melakukan proses ruhaniyah. Yaitu mendekatkan ruhnya kepada Allah melalui alam asal, alam hakiki, alam kebahagian sejati, atau ada yang menyebutnya sebagai alam suci. Pada perjalanan ke alam yang suci tersebut, hal-hal yang tidak suci (kotor) akan dengan sendirinya terbersihkan. Artinya semakin dekat kita kepada Yang Maha Suci, maka kita akan semakin terbawa suci. Jadi yang sangat penting kita perhatikan adalah menjaga diri kita agar senantiasa berada dalam proses pendekatan kepada Allah Swt. Inilah makna lain dari riyadoh.
Riyadoh yang baik tentu harus realistik. Artinya riyadoh tersebut tidak menjadikan pengamalnya anti kemanusiaan, atau meninggalkan kewajiban-kewajiban pribadi dan sosialnya. Disinilah pentingnya memiliki Guru Mursyid yang bijaksana. Guru Mursyid akan memberikan riyadoh yang sesuai bagi masing-masing pribadi muridnya. Yang dimaksud sesuai tersebut sangat luas, bisa sesuai fisiknya, sesuai lingkungannya, sesuai kepribadiannya, sesuai kebutuhannya dan lain-lain.
Penutup
Seperti telah disinggung di atas, bahwa kehidupan individu (pribadi) mempengaruhi kehidupan sosial. Artinya, jika individu-individu itu sudah memiliki sikap mental yang baik (akhláqul mahmúdah), maka sangat besar kemungkinan kehidupan sosialnyapun akan menjadi baik pula. Dan jika riyadoh dimaksud menghasilkan sikap pribadi dan sikap sosial yang baik, maka menjadi penting bagi manusia untuk memperhatikan masalah riyadoh ini.
Banyak para ahli yang terus-menerus mencari teori dan cara agar kehidupan sosial manusia ini kembali menjadi baik sehingga tercapai negeri yang baik pula dalam pandangan sang Penciptanya (baldatun toyyiibatun warobbun ghofúr). Mereka melakukan berbagai pendekatan untuk menghasilkan teori atau cara tersebut. Sementara bagi komunitas TQNPPS cara dimaksud sudah sangat jelas, yaitu riyadoh. Dan riyadoh sebagai bagian penting dari agama Islam (jalan Allah) harus (wajib) didakwahkan. Di sinilah pentingnya sebuah lembaga dakwah yang fokus kepada pengamalan, pengamanan dan pelestarian TQNPPS dengan tidak menyalahi aturan Agama dan Negara.
Lembaga dakwah ini memiliki fungsi pula untuk terus menerus mensosialisasikan riyadoh (amaliyah TQNPPS), mengembangkan cara-cara dakwah TQNPPS dengan berbagai media dan metode, serta memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik bagi orang-orang (para ikhwan) agar dapat marifat kepada Allah Swt. Perhatian, bantuan dan dukungan bagi Lembaga Dakwah yang memiliki tugas dan fungsi seperti di atas menjadi sangat penting. Hal ini karena bisa dikatakan Lembaga Dakwah tersebut merupakan kepanjangan tangan dari Syekh Mursyid, yaitu lembaga yang melaksanakan titah Syekh Mursyid, dan berusaha meringankan tugas Syekh Mursyid. Selain itu, secara tidak langsung Lembaga Dakwah tersebut merupakan pula agen untuk mewujudkan kehidupan pribadi dan kehidupan sosial yang baik yang sesuai dengan kehendak Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. InsyaAllah wallohu a’lam.
Penulis: Dr. Muhamad Kodir, M.Si. (Wakil Rektor I IAILM Suryalaya)