Semangat belajar Pangersa Abah Anom
Pendahululan
Pendidikan merupakan hal penting yang perlu diberikan bagi seluruh umat manusia. Hal ini penting diberikan sejak usia dini agar manusia memiliki bekal yang baik bagi kehidupannya di masa mendatang.
Seorang filusuf dari Inggris, John Lock mengungkapkan bahwa pengaruh eksternal sangatlah penting bagi perkembangan manusia. Teori ini mengungkapkan bahwa tidak ada bakat turunan dari seseorang yang baru lahir. Semuanya ditentukan oleh lingkungan yang mendidiknya. Seseorang yang lahir ke muka bumi tidak memiliki bakat apapun dari Tuhan. Teori ini menganggap manusia yang lahir ibarat kertas kosong. Apapun yang akan diisi dalam kertas kosong ini, tergantung apa yang akan dituliskan dalam kertas kosong tersebut.
Hal ini nampaknya sejalan dengan apa yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah Saw., dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. ‘Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi’. Maksud dari hadits ini jelas bahwa pendidikan yang baik sangat penting diberikan sejak dini oleh orang tua.
KH. Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad sangat tahu betul dengan urgensi penerapan pendidikan sejak dini. Oleh karenanya, KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (baca; Abah Anom) sejak usia dini telah diberikan pendidikan-pendidikan yang sangat baik bagi masa depannya oleh ayahandanya tersebut. Hasil dari tempaan pendidikannya itu menjadikan Abah Anom menguasai banyak keilmuan.
Riwayat Pendidikan
Seperti remaja lainnya, Abah Anom melewati masa pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal Abah Anom tercatat hanya menempuh sampai tingkat SLTP/MTs. Bermula pada tahun 1923, saat itu Abah Anom masuk Sekolah Dasar zaman Belanda “Vervoleg School” di Ciamis dalam usia delapan tahun dan lulus tahun 1928. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Abah Anom melanjutkan pendidikannya ke salah satu Madrasah Tsanawiyah di Ciawi dari tahun 1928 sampai tahun 1930 (Juhaya S. Pradja: 1990).
Dari tahun 1930 Abah Anom diutus oleh Abah Sepuh untuk melanjutkan pendidikan non-formal ke beberapa pesantren. Berikut penulis paparkan periodisasi pendidikan yang ditempuh oleh Abah Anom:
Tahun 1930 sampai tahun 1933 Abah Anom menuntut ilmu agama Islam ke pesantren-pesantren yang berada di Cianjur. Pesantren Cicariang-Cianjur merupakan pesantren pertama yang didatangi oleh Abah Anom. Di pesantren ini ia belajar ilmu fiqh dari seorang kyai terkenal. Selain belajar ilmu fiqh, di pesantren ini pula Abah Anom mendapat ijazah tulis menulis huruf Arab. Ketika itu, tulis menulis huruf Arab dikenal dengan istilah harupat tujuh. Setelah merasa cukup di Pesantren Cicariang, Abah Anom kemudian melanjutkan belajar fiqh, nahwu, sharaf dan balaghah di Pesantren Jambudwipa, Cianjur.
Tahun 1933 Abah Anom melanjutkan belajar ke Pesantren Gentur Cianjur. Saat itu, Pesantren Gentur diasuh oleh Ajengan Syatibi. Dia dikenal sebagai ulama yang serba bisa. Ilmu fiqh, kalam, tafsir, hadits, maupun ilmu ‘alat merupakan beberapa macam ilmu yang dikuasai Ajengan Syatibi. Di pesantren ini Abah Anom belajar selama dua tahun sampai tahun 1935. Di pesantren Gentur inilah Abah Anom giat belajar siang dan malam. Ia amat dekat dengan Ajengan, sehingga ia mondok di dapur rumah ajengan tersebut. Siang hari ia berguru kepada Kyai Muda yang merupakan putra Ajengan Syatibi. Sedangkan malam harinya ia berguru langsung kepada Ajengan Syatibi.
Setelah dua tahun belajar di Gentur, pada tahun 1935-1937, Abah Anom melanjutkan kegiatan belajarnya di Pesantren Cireunggas, Cimelati, Sukabumi. Saat itu pesantren Cirenggas sangat terkenal, terutama ketika dipimpin oleh Ajengan Atjeng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari pesantren inilah Abah Anom memperoleh pengalaman dan kecakapan dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin pesantren. Dia juga belajar silat dan berburu bersama Aki Danu dari Ciaul. Pendidikan silat saat itu nampaknya sangat bermanfaat dipelajari oleh Abah Anom.
Merasa diri masih haus dengan ilmu, Abah Anom melanjutkan menuntut ilmu ke Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, kemudian ke Bangkalan Madura bersama H. A. Dahlan dan KH. Pakih dari Talaga (Asep Salahudin: 2013). Dua pesantren ini rupanya digunakan oleh Abah Anom untuk mematangkan spiritualnya dengan selalu melaksanakan riyadhoh dan ziarah sesuai dengan arahan dari ayahnya, KH. Abdullah Mubarok.
Perjalanan Abah Anom dalam menuntut ilmu nampaknya tidak cukup di dalam negeri. Setelah menikah di usia 23 tahun, tidak selayaknya pengantin baru yang setelah melangsungkan pernikahan berbulan madu, Abah Anom justru diberangkatkan oleh ayahnya ke Makkah untuk terus belajar.
Kegiatan Abah Anom di tanah suci ini selalu diisi dengan mengikuti berbagai pengajian bandungan kajian tafsir atau hadits di halaqoh yang ada di Masjidil Haram. Dalam pengajian-pengajian tersebut Abah Anom tidak merasakan kesulitan dalam memahami penjelasan guru-gurunya, sebab ia sudah menguasai bahasa Arab dan literatur kitab kuning. Kefasihan Abah Anom dalam menguasai bahasa Arab dan kitab kuning merupakan bukti dari ketekunan ia dalam menuntut ilmu selama enam tahun sebelumnya. Maka pantaslah ia menjadi orang yang mudah memahami semua ajaran yang disampaikan oleh guru-gurunya.
Ketika berada di Makkah, Abah Anom sering bertemu dengan Syekh Romli. Guru Abah Anom asal Garut ini memiliki majelis diskusi ilmu tasawuf (ribath naqsyabandi) di sekitar Jabal Qubais yang banyak dikunjungi orang-orang dari berbagai negara. Setiap pagi Abah Anom selalu mendatangi tempat tersebut untuk sorogan kitab Sirr Al-Asrar dan Al-Gunyah. Dua karya Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani yang sangat fenomenal.
Setelah bermukim di Makkah selama tujuh bulan, Abah Anom pulang ke tanah air pada tahun 1939. Perjalanan panjang tersebut memberinya pengalaman berharga dan menambah khazanah pengetahuannya dalam berbagai bidang yang meliputi, tafsir, hadits, fiqh, kalam (teologi) dan tasawuf (Juhaya: 1990).
Abah Anom dan semangat belajar
Dari paparan di atas, kita bisa melihat bahwa sejak muda Abah Anom sangat menguasai berbagai keilmuan. Tidaklah heran bila pada usianya yang baru delapan belas tahun, Abah Anom sudah dipercaya oleh Abah Sepuh untuk memberikan talqindzikir kepada orang-orang yang mau belajar Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya.
Usia delapan belas tahun bagi sebagian remaja mungkin belum bisa memahami keilmuan-keilmuan seperti Abah Anom tadi. Terlebih bila kita melihat kondisi saat ini, usia delapan belas tahun identik dengan masa pubertas. Perhatian mereka lebih cenderung pada hal-hal yang bersifat hiburan. Pendidikan bagi mereka tidak menjadi prioritas. Namun tidak dengan Abah Anom. Di usianya delapan belas tahun, ia telah memiliki kematangan ilmu yang sudah tidak diragukan lagi. Ia telah memahami berbagai keilmuan dlohir juga bathin. Hal itu tentu karena buah kerja keras menghabiskan waktunya dengan menuntut ilmu
Penutup
Sebagai ikhwan-akhwat yang berharap limpahan keberkahan dari Pangersa Abah Anom, sudah selayaknya kita mengikuti jejak beliau dalam mencari ilmu. Kegigihannya dalam mencari ilmu mematahkan anggapan orang-orang yang mengatakan bahwa pengamal TQN Suryalaya hanya terus memperaiki amaliah tanpa memperhatikan keilmuan. Terbukti selama 16 tahun beliau habiskan waktunya untuk mencari ilmu tidak hanya di dalam negeri namun sampai ke luar negeri.
Semoga tulisan ini menjadi motivasi bagi ikhwan-akhwat dalam menumbuhkan semangat belajar. Aamiin.
Wallohu a’lam.
NO | TAHUN | PENDIDIKAN | TEMPAT | ILMU YANG DIPELAJARI |
1 | 1923-1928 | Sekolah Dasar zaman Belanda (Vervoleg School) | Ciamis | |
2 | 1928-1930 | Madrasah Tsanawiyah | Ciawi – Tasikmalaya | |
3 | 1930-1933 | Pesantren Cicariang | Cianjur | Ilmu Fiqh dan Menulis Arab |
4 | 1930-1933 | Pesantren Jambudwipa | Cianjur | Ilmu Fiqh, Nahwu, Shorof dan Balaghoh |
5 | 1933-1935 | Pesantren | Gentur –Cianjur | Ilmu fiqh, kalam, tafsir, hadits, ilmu ‘alat |
6 | 1935-1937 | Pesantren | Cirenggas -Cimalati -Sukabumi | Belajar Ilmu Hikmah dan Silat |
7 | 1937 | Pesantren | Kaliwungu-Kendal – Jawa Tengah | Ilmu Tarekat |
8 | 1938 | Pesantren | Bangkalan – Madura | Ilmu Tarekat |
9 | 1938-1939 | Pesantren | Jabal Qubais – Makkah – Arab Saudi | Ilmu Tasawuf |
DS