Cakrawala Tasawuf

Mengintip jejak sang Guru Agung di Leiden

Jika diketik nama Suryalaya di katalog perpustakaan Leiden maka secara otomatis akan muncul beberapa koleksi buku atau tulisan berhubungan dengan Pontren Suryalaya, bahkan ada beberapa edisi klasiknya yang terpisah dalam katalog oriental yang sangat banyak dan  perlu penelusuran panjang.

Salah satu yang menarik adalah tulisan Soebakin Soebardi seorang doktor lulusan Australian National University dan pernah menjabat Dekan fakultas Sastra (1959-1961) di Universitas Pajajaran Bandung berjudul : “The Pesantren Tarikat of Surialaya in West Java”. Tulisan berbentuk artikel ini disimpan di tengah-tengah buku “Spectrum” kumpulan essay yang dipersembahkan pada ulang tahun ke-70 Sutan Takdir Alisjahbana. Bagaimana keterkaitan Pontren Suryalaya dengan Sang Pujangga tersebut perlu penelitian lebih lanjut. Diantara isinya adalah sebagai berikut:

Tulisan diinspirasi ketika penulis sekitar awal 1974 berkesempatan untuk meneliti tentang organisasi dan berbagai aspek kurikulum pendidikan Islam tradisional pesantren di Jawa Barat. Selama 3 bulan tinggal di daerah utama penduduknya beragama Islam, yaitu Cirebon, Priangan timur termasuk Tasikmalaya, Garut, dan Banten serta mengunjungi beberapa pesantren utama dan madrasah. Dan yang menjadikan takjub penulis ternyata banyak pesantren berbasis tarekat eksis di daerah tersebut. Berbeda dengan pesantren pada umumnya yang menyediakan generasi muda muslim tempat tinggal dan pendidikan Islam, pesantren berbasis tarekat juga mengajarkan dan mengamalkan doktrin sufi kepada para pengikutnya yang telah dewasa.

Salah satu pesantren tarekat terkenal di Priangan Timur saat itu adalah Surialaya (Suryalaya). Organisasi, ritual, dan  amaliahnya sangat berpengaruh dalam mengajarkan dan menyebarkan pengamalan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat ini sangat terkenal dan berpengaruh pada abad ke-!9 di kalangan muslim Indonesia di Jawa Barat, dan tarekat ini merupakan tarekat tertua yang dikenalkan di kepulauan Nusantara. Bahkan sufi terkenal dari Sumatra Utara Hamzah Fansuri dari Barus mengklam sebagai pengikut Tarekat Qadiriyah. Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah dan Satariyah mempunyai peranan sangat penting dalam gerakan kebangkitan Islam di Jawa Barat.

Komplek Pesantren Suryalaya terletak di sebuah bukit indah terisolir, yang diapit oleh dua gunung terkenal, yaitu Cakrabuana dan gunung Sawal, dan disampinya mengalir sungai Citanduy yang menjadi pembatas alami antara wilayah Ciamis dan Tasikmalaya. Pesantren berlokasi di wilayah yang sangat subur, berhawa dingin dan hamparan tanah subur. Dan wilayah ini merupakan pusat kekuatan gerakan Darul Islam pimpinan Kartosuwiryo yang mengadakan perlawanan pada tahun 1950- an.

Suryalaya berlokasi sekitar 9,5 km dari jalan utama Bandung – Tasikmalaya yang belok ke sebelah kiri sekitar 30 km sebelum kota Tasikmalaya. Dan jalan yang menuju ke Suryalaya ini merupakan jalan yang sibuk dan terdiri dari kampung yang berpenduduk banyak. Walaupun merupakan jalan kampung tetapi kendaraan bis melewati jalan tersebut.

Memasuki komplek Pesantren Suryalaya, seseorang akan menemukan beberapa rumah  berbata di tengahnya ada sebuah mesjid yang luas. Salah satu rumah tersebut adalah milik Kyai pesantren, istri dan keluarganya. Ada juga sebuah ruangan yang besar dekat mesjid yang dipakai Kyai menerima para tamu setiap hari. Mesjid itu mempunyai sebuah menara setinggi 25 meter yang dibangun pada tahun 1970 dengan menghabiskan dana sekitar 2,5 juta rupiah. Di malam hari puncak menara itu terlihat tulisan lafad Allah yang menyala diterangi oleh mesin ginset penghasil listrik. Lafad tersebut bersinar terang di tengah-tengah lembah gelap. Seakan-akan cahaya dari lafad Allah yang menerangi lembah gelap ini simbol dari cahaya pembersih hati setiap manusia, yang merupakan esensi ajaran Pesantren Suryalaya.

Baca Juga  Muslimah dan profesinya di Era Modern

Berbeda dengan pesantren lain yang berada di wilayah Tasikmalaya, Suryalaya tidak membangun asrama yang luas untuk belajar dan tinggal para santri. Malah yang ditemukan bangunan sekolah yang digunakan untuk pendidikan agama bagi para pemuda yang datang dari berbagai desa di wilayah sekitar pesantren, walaupun sudah disebutkan diatas tujuan utamanya adalah mengajarkan dan melatih amaliah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah bagi yang sudah dewasa.

Sekarang ini pesantren dipimpin oleh seorang Kyai yang bernama Kyai haji Shohibulwafa Tajul Arifin, sehari-hari dipanggil Abah Anom yang berarti “Kyai Muda”, sebagai pembeda dengan ayahandanya yang dikenal dengan sebutan Abah Sepuh. Abah Anom lahir tahun 1915 di Suryalaya. Setelah menyelesaikan sekolah dasarnya, dia pindah ke seklah tsanawiyah di Ciamis selama dua tahun, kemudian beliau pergi ke pesantren Jambudwipa di Cianjur (1,5 tahun), di Gentur Cianjur (1,5 tahun), lalu di Cireunghas dan Cimelati keduanya di Sukabumi selama 2 tahun. Akhirnya pindah ke Pesantren Citengah Panjalu selama 2 tahun. Pada tahun 1938 beliau melaksanakan haji ke Mekkah bersama ayahnya Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang mendirikan Pesantren Suryalaya pada tahun 1905.

Kyai Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad lahir pada tahun 1836 di dusun Cicalung wilayah Tanjungkerta Pagerageung Tasikmalaya. Abah Sepuh dididik di pesantren Sukamiskin Bandung dan melanjutkan pendidikannya ke Bangkalan Madura. Dari Madura pergi ke Cirebon wilayah pantai utara Jawa untuk  belajar Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah kepada seorang Kyai yang terkenal Syeikh Tolhah dari Kalisapu. Kemudian beliau pergi pertama kali berhaji ke Mekkah dan tinggal beberapa waktu disana untuk belajar Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah kepada seorang Syeikh terkenal bernama Haji Abdul Karim yang berasal dari Banten. Belajar berlangsung sekitar tahun 1876 sampai 1905 tahun dimana berdirinya Pesantren Suryalaya. Haji Abdul Karim adalah seorang sufi terkenal sebagai pengganti dari Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Syeikh Ahmad Khatib Sambas ini dikenal banyak  memberikan pengaruh kepada para Syeikh yang menyebarkan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Indonesia.

Dari sini jelas bahwa silsilah TQN Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad adalah dari Syeikh Abdul Karim dan Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad mendirikan Pesantren Suryalaya pada tahun 1905 dan memimpin pesantren tersebut sampai meninggalnya pada tanggal 25 Januari 1956, dan dikuburkan di puncak Suryalaya.  Makamnya tersebut sampai sekarang sering diziarahi oleh para muridnya dan para peziarah yang datang ke pesantren. Makam Syeikh berbeda dengan makam-makam muslim lainnya, ditutupi dinding dari batu dan diberi atap serta mempunyai sebuah pintu yang dikunci. Batu nisannya berbentuk bunga seroja dan tidak terbuat dari batu tetapi dari beberapa keramik. Atasnya diberi dinding yang digantung dari kain putih mengelilingi bagian makam.

Baca Juga  Komunikasi Politik Pangersa Abah Anom

Kekuatan Spiritual Abah Anom

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Abah Anom hanya menerima pendidikan agama dari pesantren, walaupun beliau ikut ayahnya berhaji ke Mekkah tetapi tidak melanjutkan pendidikannya di Mekkah atau di Kairo sebagaimana kebiasaan para  kyai di Indonesia. Dalam wawancara dengan Abah Anom beliau mengatakan bahwa tugasnya sebagai kyai untuk melanjutkan pengajaran TQN yang sudah mendapatkan ijin dari ayahnya Syeikh Mubarok. Jadi beliau melanjutkan tugas ayahnya dan mewarisi barokah (kekuatan spiritual) darinya. Melanjutkan ajaran ayahnya, maka kekuatan spiritualnya ini dibangun olehnya dan dikawal serta diperkuat oleh seluruh anggota tarekat yang senantiasa mengunjungi makam ayahnya. Makam Syeikh Mubarok yang berlokasi di pesantren ini merupakan makam suci dan sebagai faktor penting keberlangsungan tarekat yang dipimpin Abah Anom dan sebagai bagian dari kekuatan spiritual yang diwariskan sebagai pengganti ayahnya, Abah Anom memiliki magnet spiritual personal yang kuat, walaupun sekarang berumur 60 tahun tapi terlihat masih muda. Beliau sangat ahli di bidang Ilmu Fiqih (Hukum Islam), Ilmu Kalam (Teologi), dan Ilmu Tasawuf, yang ketiganya merupakan cabang terpenting keilmuan dalam Islam. Beliau sangat ahli dalam memberikan ceramah dengan bahasa daerah, yaitu Sunda. Beliaupun sangat fasih berpidato dalam bahasa Indonesia dan Arab. Ini terlihat ketika berdiskusi dengannya seputar ajaran Tarekat, terlihat penguasaannya terhadap Bahasa Arab sangat hebat dengan mengutip berbagai pernyataan dalam Quran dan Hadits kemudian diterangkannya menggunakan bahasa Indonesia dengan sangat fasih.

Pengikut Abah Anom

Selama pembangunan pesantren Suryalaya, menurut Abah Anom mengalami masa yang baik dan juga yang tidak baikuk. Sewaktu pesantren dipimpin ayahnya jaman penjajahan Belanda, waktu itu selalu dicurigai oleh pemerintah Belanda dan dilarang untuk mengajarkan Tarekat. Selain itu pesantren Suryalaya tidak lepas dari fitnah dan diadukan ke pemerintah karena dianggap mengajarkan ajaran yang keluar dari ajaran Islam. Penolakan terhadap ajaran Tarekat ini juga terjadi setelah sampai jaman kemerdekaan.

Sekarang ini pesantren Suryalaya mempunyai pengikut yang banyak dari kalangan orang dewasa yang dapat dibedakan  sebagai berikut:

  1. Abah Anom sebagai guru dan pemimpin tarekat. Kekuasaan, prestasi dan pengaruhnya sebagai seorang guru, didapatnya dari ayahnya Syeikh Abdullah Mubarok. Kekuasaannya bersumber dari otoritas pribadi dalam silsilah tarekat yang bermuara kepada Syeikh Abdul Qadir al- Jaelani (1077-1166), yang merupakan pendiri dan sumber kekuatan spiritual tarekat Qadiriyah dan selalu dilibatkan dalam setiap upacara keagamaan oleh seluruh pengikutnya. Dan menjadi tokoh legendalis dan merupakan wali yang sangat populer di Jawa Barat, terutama di Banten. Hagiografi Syeikh Abdul Qadir al- Jaelani versi Indonesianya bisa dilihat Drewes dan Poerbotjaroko (1938).
  2. Di sekitar Abah Anom, sebagai Kyai dan pemimpin tarekat, ada beberapa orang asisten kepercayaan yang membantunya dengan penuh pengabdian. Mereka tersebar di berbagai wilayah, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta di Lampung Sumatra Selatan dan Malaysia. Mereka terdiri dari orang-orang yang dipercaya oleh Abah Anom dan diberi wewenang untuk menerima baiat tarekat dari para murid yang ingin menjadi anggota tarekat. Asisten ini diberi titel sebagai Badal. Kepemimpinan spiritual dilatih dari Suryalaya oleh Abah Anom. Walaupun kelompok ini tidak diikat oleh ikatan organisasi formal Badal yang terdiri dari berbagai wilayah selalu berkumpul bersama dengan kekuatan yang terpusat, yaitu Abah Anom, dengan ikatan spiritual dalam bentuk kesetiaan, antusias dan sebuah metode disiplin spiritual yang umum.
  3. Di level bawah ada banyak kelompok pengikut yang terdiri dari masyarakat biasa yang ikut  tarekat tetapi mengerjakan  pekerjaan sehari-harinya diluar yang bersifat duniawi.
Baca Juga  Peringatan Milad Pondok Pesantren Suryalaya ke-119 dan Dies Natalis ke-38 IAILM Suryalaya: Refleksi, Syukur, dan Harapan di Masa Depan

Dari pengamatan saya selama mengikuti acara sebelasan (manakib) yang dilaksanakan setiap tanggal sebelan bulan hijriah, yang hadir mengikuti acara ini mencapai sekitar 2000 orang,yang terdiri dari petani, militer, pegawai publik, pedagang, dan para penduduk desa dari kota-kota terdekat, seperti: Tasikmalaya, Garut, dan Ciamis. Juga ada para pengunjung dari jauh seperti: Bandung, Bogor, Cianjur, dan ada juga dari beberapa daerah Jawa Tengah.

Tarekat Abah Anom jelas memperlihatkan keistimewaaan yang membedakan dengan beberapa pesantren tarekat yang ditemukan di Banten dan Cirebon, terutama dalam hal perhatiannya akan keterbukaan terhadap dunia luar. Dimana tarekat Suryalaya sangat terbuka kepada para pengunjung yang ingin mengikuti acara Manakiban. Berbeda dengan apa yang saya kunjungi di Banten maupun di Cirebon yang mengikuti acara manakiban dan aktif latihan spiritual itu hanya para anggota tarekat saja. Para pendatang baru yang ingin mengikuti acara harus minta ijin dulu, tetapi permintaan ijin ini selalu ditolak. Sebuah pesantren tarekat di Cirebon sering menghalangi orang luar untukm memasuki wilayah pesantren walaupun dia orang yang luar biasa, pejabat lokal maupun militer. Manakiban adalah sebuah kata dalam Bahasa Sunda yang berasal dari Bahasa Arab “Manaqib” yang artinya kebaikan, barakah dari Nabi dan Wali. Juga artinya Hagiographi. Manakiban di Suryalaya adalah ritual pembacaan kata-kata hikmah dan kebaikan serta berbagai aspek luar biasa dari kehidupan Nabi dan Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani.

Para anggota tarekat Suryalaya biasa disebut “ikhwan”, suatu istilah yang biasa digunakan diantara anggota tarekat. Ini merupakan gambaran akan esensi hubungan antara Syeikh dan para anggota yang dipimpinnya. Karakteristik lain dari tarekat ini adalah dengan memberi kesempatan yang luas bagi perempuan mengikuti acara manakiban tersebut dalam satu ruangan sama dengan kaum lelaki.

Penulis: Agus Samsul Bassar (Ketua Prodi PAI Fakultas Tarbiyah IAILM Suryalaya)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button