Etos Kerja TQN Suryalaya
Dalam Miftahus Shudur, juz I, hlm. 5 disebutkan bahwa Kita dilahirkan ke dunia bukan untuk berpangku tangan atau berdiam diri (wa ma kunna ji’na linaq’uda fi hadzihi al-dunia).
Kita dilahirkan untuk bekerja. Qolbu kita bekerja dengan dzikir. Berdzikir adalah bekerja membersihkan dosa- dosa, mensucikan jiwa dari sifat tercela dan sifat hewani. Bekerja agar qolbu kita hanya diisi dengan Allah saja. Allah sebagai tujuan dan ridha-Nya sebagai barometer perbuatan.
Akal kita bekerja dengan berpikir, membuat rencana dan melakukan evaluasi agar pekerjaan efektif dan efisien. “Gagal dalam merencanakan berarti merencanakan untuk gagal,” demikian kata pepatah.
Tubuh kita juga bekerja, baik ke kantor, mengajar, berdagang, bertani, maupun lainnya.
Pertanyaannya, mengapa etos kerja ikhwan ada yang belum optimal? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dievaluasi dulu apakah dzikirnya sudah optimal? Apa dzikirnya sudah dawam (rutin), sudah benar cara menbacanya, dan sudah ikhlas lillahi ta’ala tujuannya?
Dr. Muhammad, putra Wakil Talqin Singapura pernah mengisi khidmah ilmiyah manakib di Suryalaya membahas korelasi atau kaitan antara dzikir dan futuh (kemenangan, prestasi, keunggulan). Dzikir menghasilkan futuh, baik di bidang ilmu, ekonomi, sosial maupun lainnya.
Bila mahasiswa belum memiliki etos belajar yang baik, maka dzikirnya perlu dievaluasi. Karena dzikir mensucikan jiwa dari sifat tercela dan sifat hewani. Sifat lemah, merasa tidak berdaya, malas, takut, pesimis, bakhil, negatif thinking dan berbagai sifat negatif lainnya dapat dibersihkan dengan dzikir.
Dzikir yang banyak melahirkan kesegaran jiwa dan energi untuk melakukan kebaikan, sehingga hidup menjadi bahagia dan produktif.
Demikian juga dzikir berjama’ah di satu lembaga, maka barokahnya akan mendatangkan energi, kebahagiaan dan futuh bagi lembaga tersebut, insya Allah.
Wallahu ‘alam.
27 September 2023-T16
(Rojaya, Ketua Divisi Kajian dan Literasi Tasawuf DPP LDTQN Pondok Pesantren Suryalaya).