Uncategorized

Abah Anom sosok yang terjaga akhlak mulianya sejak Kecil

Ceritera ini sangat terkenal luas di kalangan ikhwan yang  bersumber awalnya dari H. Anta Surya (dikenal dengan sebutan Aki Anta) salah seorang yang berkhidmat sejak Pangersa Abah Sepuh.

Sebagaimana biasa Aki Anta disuruh mengumpulkan buah kelapa yang dipetik dari pohon milik Pangersa Abah Sepuh, dan begitu sudah selesai memetik dan mengumpulkannya, maka putra-putri Pangersa Abah Sepuh (Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad) mengambil bagian dari buah kelapa tersebut sebelum diserahkan kepada Pangersa Abah.

Lalu Aki Anta melaporkan hasil buah kelapa yang dipetiknya itu kepada Pangersa  Abah Sepuh. Pangersa Abah Sepuh bertanya: “Bagaimana hasilnya? apakah anak-anak sudah kebagian, Ta?”. Aki Anta menjawab: “Semua anak-anak sudah kebagian dan mereka sudah mengambil duluan, kecuali Shohib (Panggilan Abah Anom) yang tidak mengambilnya”, kata H. Anta.

Pangersa Abah Sepuh berkata: “syukur, beri Shohib sekarang!”. Maka Aki Antapun pergi untuk memberi  Shohib kelapa tersebut.  Begitu bertemu dengan Shohib, Aki Anta menyerahkan buah kelapa yang menjadi bagiannya itu. Dan kelapa yang diberikan oleh Aki Anta tersebut diterimanya, seraya mengatakan kepada Aki Anta: “Terima kasih, ini baru halal”.

Dalam diri Shohib (Pangersa Abah Anom) tidak berlaku ungkapan: “barang orang-tua adalah barang anak dan barang anak tidak menjadi barang orang-tua”. Padahal kalau seorang anak mengambil sesuatu dari barang orang-tuanya adalah sudah lumrah dan biasa dilakukan oleh hampir setiap anak. Tetapi bagi Pangersa Abah Anom tidak demikian dan tidak berani melakukan hal demikian. Berapa harga sebutir kelapa? Tidak mungkin Abah Sepuh marah atau tidak menghalalkan kalaupun diambil duluan oleh anak-anaknya.

Pangersa Abah  Anom sejak kecil sudah kelihatan mempunyai akhlak yang terpuji dan sangat menghormati orang-tua yang sekaligus menjadi Guru Mursyidnya. Maka melihat figur ayah bukan hanya sekedar sosok yang perlu dihormati dan ditaati karena ada unsur pertalian darah, melainkan melihatnya sebagai guru rohani yang akan mengantarkan diri ke haribaaan Illaahi Rabbi. Sejak kecil Pangersa Abah Anom sudah dididik dengan sebaik-baiknya pendidikan menuju Illahi, bahkan disiapkan untuk menjadi penerus trah rohani Sang Ayah yang menjadi guru rohaninya.

Baca Juga  Hakekat Taubat

Suatu hari adiknya (Ibu Hj. Yoeyoe) pernah menanyakan kepada Pangersa Abah Sepuh ayahandanya yang memperlakukan kang Mumun (Nama panggilan Pangersa Abah Anom waktu kecil) dengan sikap acuh tak acuh dan keras, beda dengan perlakuan kepada kakaknya yang lain. Pangersa Abah Sepuh hanya menjawab: “Biarlah Mumun belajar prihatin dulu, Abah juga prihatin waktu mencari ilmu, tapi sekarang alhamdulillah bisa mengajar kepada orang-orang. Mudah-mudahan Mumun bisa jadi penerus Abah”.(Ibu Hj.Yoeyoe, 2004:20). 

Maka Beliau sejak kecil sudah mampu menjauhi dan menghindari segenap formalitas yang berkaitan semata-mata dengan kebiasaan atau gaya hidup dan yang menghalang-halangi dan merintangi perjalanan spiritualnya, walaupun harus hidup ditengah-tengah masyarakat manusia pada umumnya. Siang hari melayani umat yang datang ke pesantren dengan berbagai problematika kehidupan, sampai kadangkala di tengah malampun sewaktu masih kuat fisiknya masih melayani tamu dan memberikan solusi problematika yang dibawanya. Di malam hari diisi dengan ibadah berbagai amalan, baik wajib dan sunat sampai pagi hari. Banyak kesaksian orang-orang yang mendampinginya, baik dari pihak keluarga maupun para pembantu dan muridnya yang menyaksikan Pangersa hanya terpejam mata sambil duduk di depan TV sambil tawajuh. Tidak pernah Beliau terlentang tidur di kasur kepulasan seperti kita, kata Mamah Noneng dan Mamah Nia (putrinya) yang semasa kecil tidur di samping Beliau di kamarnya.

Pantas Pangersa Abah Anom diberi nama lengkap Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin oleh Pangersa Abah Sepuh selepas menunaikan ibadah haji, sebagai doa untuk mendapatkan derajat dan kedudukan terpuji yang selalu menepati janji ketaatannya kepada Allah dan menjadi mahkota kaum arifin.

(Sumber: Aki Anta oleh Agus Sb).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button